Jumat, 08 Juni 2012

CONTOH RPP: PARAGRAF DEDUKTIF-INDUKTIF



                                         RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
                                                                             (RPP)


Satuan Pendidikan       : SMA
Mata Pelajaran            : Bahasa Indonesia
Kelas                          : XI
Semester                     : I 
Alokasi Waktu            : 2 x 40 menit

A. STANDAR KOMPETENSI
Menulis: Mengungkapkan pikiran, pendapat, dan informasi dalam penulisan karangan berpola deduktif dan  induktif.

B. KOMPETENSI DASAR
Menulis karangan berdasarkan topik tertentu dengan pola pengembangan deduktif dan induktif
    
C. INDIKATOR
1. Kognitif
    a. proses
  1. Menemukan kalimat yang mengandung gagasan utama pada paragraf
  2. Menemukan kalimat penjelas yang mendukung kalimat utama
  3. Menemukan paragraf induktif dan deduktif
    b. Produk
  1. Menentukan kalimat yang mengandung gagasan utama pada paragraf
  2. Menentukan kalimat penjelas yang mendukung kalimat utama
  3. Menentukan paragraf induktif dan deduktif
 2. Psikomotor
     Menjelaskan perbedaan paragraf deduktif dan induktif
   
 3. Afektif
    a. Karakter
  1. Tanggung jawab
  2. Kritis
  3. Disiplin
    b. Keterampilan sosial
  1. Berbahasa santun dan komunikatif
  2. Partisipasi dalam (kerja sama) kelompok
  3. Membantu teman yang mengalami kesulitan
D. TUJUAN PEMBELAJARAN
 1. Kognitif
     a. Proses
        Setelah membaca dan memahami ragam wacana tulis dengan membaca intensif dan membaca nyaring, siswa secara berkelompok diharapkan dapat
  1. Menemukan kalimat yang mengandung gagasan utama pada paragraf
  2. Menemukan kalimat penjelas yang mendukung kalimat utama
  3. Menemukan paragraf induktif dan deduktif
    b. Produk
      Setelah menemukan hasil pencapaian tujuan proses di atas, siswa secara berkelompok diharapkan dapat
  1. Menentukan kalimat yang mengandung gagasan utama pada paragraf
  2. Menentukan kalimat penjelas yang mendukung kalimat utama
  3. Menentukan paragraf induktif dan deduktif
2.Psikomotor
      Setelah menentukan dan memahami hasil pencapaian tujuan produk di atas, siswa secara mandiri diharapkan dapat menjelaskan perbedaan paragraf deduktif dan induktif 

3. Afektif
   a. Karakter
     Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperlihatkan kemajuan dalam berperilaku yang meliputi sikap
  1. Tanggung jawab
  2. Kritis
  3. Disiplin
   b. Keterampilan sosial
     Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperlihatkan kemajuan kecakapan sosial yang meliputi
  1. Berbahasa santun dan komunikatif
  2. Partisipasi dalam (kerja sama) kelompok
  3. Membantu teman yang mengalami kesulitan
E. MATERI PEMBELAJARAN
  1. Paragraf yang berpola deduktif dan induktif
  2. Kalimat utama dan kalimat penjelas
  3. Perbedaan deduktif dan induktif
F. MODEL DAN METODE PEMBELAJARAN
  1. Pendekatan: Pembelajaran Kontekstual
  2. Model Pembelajaran: Kooperatif Tipe STAD
  3. Metode: tanya jawab, pemodelan, penugasan, dan unjuk kerja
G. BAHAN DAN MEDIA
  1. Wacana tulis (artikel)
  2. LKS
  3. Kertas HVS
  4. ALAT
  5. Spidol
  6. Format evaluasi
  7. Pedoman penilaian dan penskoran
H. SKENARIO PEMBELAJARAN

No.
Kegiatan
Penilaian Pengamat

PERTEMUAN 1 (80 menit) 1  2  3  4
A1Kegiatan Awal (15)

Tahap 1 (5 menit): Pemancingan dengan mula-mula menanyakan kesiapan belajar siswa, lalumenanyakan pengetahuan dan pengalaman siswa tentang paragraf.

Tahap 2 (10 menit): Pengarahan dengan mula-mula bertanya jawab tentang jenis-jenis paragraf  berdasarkan letak kalimat utamanya, kemudian diakhiri dengan penegasan guru tentang tujuan pembelajaran yang harus dicapai dalam proses pembelajaran pada pertemuan itu.      
B1Kegiatan Inti (55 menit): 

(55 menit): guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, kemudian memberikan pemahaman kepada siswa mengenai paragraf deduktif dan induktif, serta perbedaan antara kalimat utama dan kalimat penjelas     
C1Kegiatan Akhir (10 menit) 

  Siswa bersama guru merumuskan kesimpulan umum atas semua butir pembelajaran yang telah dilaksanakan;    Siswa  diminta menyampaikan kesan dan saran (jika ada) terhadap proses pembelajaran yang baru selesai mereka ikuti;
   Guru menugaskan siswa untuk mencari artikel di media masa yang akan mereka identifikasi paragraf deduktif dan induktif  

   

I. SUMBER PEMBELAJARAN
  1. Wacana tulis
  2. Materi Essensial MGMP Sekolah
  3. Lembar Pegangan Guru
  4. LKS 1 ; LKS 2
  5. LP 1 ; LP 2
  6. Silabus
J. EVALUASI DAN PENILAIAN
1. Evaluasi
  • Evaluasi Proses: dilakukan berdasarkan pengamatan terhadap aktivitas peserta  (siswa) dalam menggarap tugas, diskusi, kegiatan tanya jawab, dan dialog informal.
  • Evaluasi Hasil: dilakukan berdasarkan analisis hasil pengerjaan tugas dan pengerjaan tes, dan pengamatan unjuk keterampilan (performance).
 2. Penilaian
    a.    Jenis Tagihan Penilaian: LKS 1 dan LP 1, LKS 2 dan LP 2, , LP 4, LP 5
  1. Tugas Individu: menggunakan LKS 3 ; LP 3
  2. Bentuk Instrumen Penilaian:Uraian bebas
    Jawaban singkat
    Pilihan ganda

Satuan Pendidikan       : SMA
Mata Pelajaran            : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester           : XI/I
Standar Kompetensi    : Membaca
Kompetensi Dasar    : Menemukan perbedaan paragraf induktif dan deduktif melalui kegiatan            membaca intensif

                                                     LEMBAR PEGANGAN GURU
                                                                           (LPG)

Pengertian Paragraf
                Paragraf (dari bahasa Yunani paragraphos, “menulis di samping” atau “tertulis di samping“) adalah Unit terkecil sebuah karangan yang terdiri dari kalimat pokok atau gagasan utama dan kalimat penjelas atau gagasan penjelas. Paragraf dikenal juga dengan nama lain alinea. Paragraf dibuat dengan membuat kata pertama pada baris pertama masuk ke dalam (geser ke sebelah kanan) beberapa ketukan atau spasi.
Syarat sebuah paragraf di setiap paragraf harus memuat dua bagian penting, yakni :

1. Kalimat utama
              Biasanya diletakkan pada awal paragraf, tetapi bisa juga diletakkan pada bagian tengah maupun akhir paragraf. Kalimat pokok adalah kalimat yang inti dari ide atau gagasan dari sebuah paragraf. Biasanya berisi suatu pernyataan yang nantinya akan dijelaskan lebih lanjut oleh kalimat lainnya dalam bentuk kalimat penjelas.

2. Kalimat Penjelas
           Kalimat penjelas adalah kalimat yang memberikan penjelasan tambahan atau detail rincian dari kalimat pokok suatu paragraf.

Jenis Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Utama
              Letak kalimat utama juga turut menentukan jenis paragraf. Penjenisan paragraf berdasarkan letak kalimat utama ini terbagi atas 4 yakni :

1.Paragraf Deduktif
           Paragraf dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau kalimat utama. Kemudian diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas yang berfungsi menjelaskan kalimat utama. Paragraf ini biasanya dikembangkan dengan metode berpikir deduktif, dari yang umum ke yang khusus.
            Dengan cara menempatkan gagasan pokok pada awal paragraf, ini akan memungkinkan gagasan pokok tersebut mendapatkan penekanan yang wajar. Paragraf semacam ini biasa disebut dengan paragraf deduktif, yaitu kalimat utama terletak di awal paragraf.

2. Paragraf Induktif
          Paragraf ini dimulai dengan mengemukakan penjelasan-penjelasan atau perincian-perincian, kemudian ditutup dengan kalimat utama. Paragraf ini dikembangkan dengan metode berpikir induktif, dari hal-hal yang khusus ke hal yang umum.

3. Paragraf Campuran (Deduktif-Induktif)
          Pada paragraf ini kalimat topik ditempatkan pada bagian awal dan akhir paragraf. Dalam hal ini kalimat terakhir berisi pengulangan dan penegasan kalimat pertama. Pengulangan ini dimaksudkan untuk lebih mempertegas ide pokok. Jadi pada dasarnya paragraf campuran ini tetap memiliki satu pikiran utama, bukan dua.

4. Paragraf Tersebar
           Paragraf ini tidak mempunyai kalimat utama, berarti pikiran utama tersebar di seluruh kalimat yang membangun paragraf tersebut. Bentuk ini biasa digunakan dalam karangan berbentuk narasi atau deskripsi.


DAFTAR PUSTAKA

Irawan, yudi (dkk). 2007. Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Perbukuan

K. LEMBAR PENILAIAN
                                 LP 1 : KOGNITIF PROSES
                                  Pedoman Penskoran LKS 1

No.KomponenDeskriptor Skor BobotSkor   x Bobot
Catatan
1.Menemukan kalimat utama dan kalimat penjelas dalam  paragraf
  • Dapat menemukan kalimat utama  dan kalimat penjelas pada semua paragraf
  • Hanya dapat menemukan kalimat utama  dan  kalimat penjelas pada beberapa  paragraf .
  • Tidak dapat menemukan  kalimat utama dan kalimat penjelas dalam paragraf.  
   2






   1







   0
    5

2.Menemukan paragraf yang berpola deduktif dan induktif
  • Dapat menemukan paragraf yang berpola deduktif dan induktif  pada semua paragraf
  • Hanya dapat menemukan paragraf yang berpola deduktif dan induktif  pada beberapa  paragraf .
  • Tidak dapat menemukan  paragraf yang berpola deduktif dan induktif  pada semua paragraph 
   2





   1










   0 
    5     

Jumlah




Catatan :  0 = Sangat kurang,  1  = kurang,   2 = baik
Cara Pemberian Nilai
Rumus :
Nilai = (skor perolehan siswa)/(skor maksimum) X 100
              

                             LP 2 : KOGNITIF PRODUK
                              Pedoman Penskoran LKS 2

No.
Komponen
Deskriptor

Skor
BobotSkor x BobotCatatan
1.Menentukan kalimat utama dan kalimat penjelas dalam  paragraf
  • Dapat menentukan kalimat utama  dan kalimat penjelas pada semua paragraf
  • Hanya dapat menentukan kalimat utama  dan  kalimat penjelas pada beberapa  paragraf .
  • Tidak dapat menentukan  kalimat utama dan kalimat penjelas dalam paragraf.
  2









  1







  0
   5


2. Menentukan paragraf yang berpola deduktif dan induktif
  • Dapat menentukan paragraf yang berpola deduktif dan induktif  pada semua paragraf
  • Hanya dapat menentukan paragraf yang berpola deduktif dan induktif  pada beberapa  paragraf .
  • Tidak dapat menentukan  paragraf yang berpola deduktif dan induktif  pada semua paragraf 
  2






  1






  0
   5


Jumlah  




Catatan :  0 = Sangat kurang,  1  = kurang,   2 = baik 
Cara Pemberian Nilai
Rumus :
Nilai = (skor perolehan siswa)/(skor maksimum) X 100
              
                                      LP 3 = Psikomotor
                               Pedoman Penskoran LKS 3
 
No.KomponenDeskriptorSkorBobotSkor x BobotCatatan
1.Menjelaskan perbedaan paragraf deduktif dan induktif
  • Dapat menjelaskan dengan sangat jelas dengan bahasa yang efektif dan santun.
  • Dapat menjelaskan, namun dengan terbata-bata.
  • Tidak dapat menjelaskan apa-apa.  

  3







  2





  0


   5


Jumlah




Catatan :  0 = Sangat kurang, 2 = cukup baik,  3 = baik 
Cara Pemberian Nilai
Rumus :
Nilai = (skor perolehan siswa)/(skor maksimum) X 100


                                             LP 4 = Afektif : Perilaku Berkarakter

Petunjuk :
Berikan penilaian atas setiap perilaku berkarakter siswa menggunakan skala berikut :
A = sangat baik            B = memuaskan
C = Cukup baik           D = kurang baik

              Format Pengamatan Perilaku Berkarakter

No.Rincian Tugas KinerjaMemerlukan Perbaikan (D)Menunjukan Kemajuan (C)Memuaskan (B)Sangat Baik (A)
1.Tanggung jawab



2.Kritis



3.Disiplin




                

                                                                                                        Hari/Tanggal :
 
                                                                                                        Guru/Pengamat


                                                                                                    (…………………..)



                                               LP 5 = Afektif : Perilaku Keterampilan Sosial

Petunjuk :
Berikan penilaian atas setiap perilaku berkarakter siswa menggunakan skala berikut :
A = sangat baik            B = memuaskan
C = Cukup baik           D = kurang baik

             Format Pengamatan Keterampilan Sosial

No.Rincian Tugas KinerjaMemerlukan Perbaikan (D)Menunjukan Kemajuan (C)Memuaskan (B)Sangat Baik (A)
1.Berbahasa santun dan komunikatif



2.Partisipasi dalam (kerja sama) kelompok



3.Membantu teman yang kesulitan





                                                                                        
                                                                                                              Hari/Tanggal :

                                                                                                             Guru/Pengamat


                                                                                                         (…………………..)



                                                      MEDIA PEMBELAJARAN

Bacalah Kutipan Artikel Berikut!

                                                                 Efek Rumah Kaca
 
               Segala sumber energi yang terdapat di bumi berasal dari matahari. Sebagian besar energi tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika mengenai permukaan bumi, energi berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan bumi. Permukaan bumi akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini sebagi radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun, sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbondioksida dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini.gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi. Akibatnya panas akan tersimpan di permukaan bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata  tahunan bumi terus meningkat.
             Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana kaca dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsenterasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya. Sebenarnya, efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala mahkluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15˚C (59˚F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33˚C (59˚F) dengan efek rumah kaca (tanpanya suhu bumi hanya -18˚C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan bumi). Akibatnya jumlah gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, pemanasan global menjadi akibatnya.
          Kenaikan suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan.misalnya naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser dan punahnya berbagai jenis hewan
              Beberapa hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi pada masa depan dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perbedaan politik dan publik di dunia mengenai tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut. Sebagian besar Negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca



                                                                                                        Kendari,  Desember 2011
Guru Pamong                                                                                    Mahasiswa KKP



HARLINA, S.Pd                                                                               A R I S
NIP  197605292007012012                                                              A1D1 07 105


                                                     Mengetahui,
                                                     Kepala SMA Kartika VII-2 Kendari


                                                      Drs. H. NP. DAHLAN

Kamis, 07 Juni 2012

PARAGRAF


PARAGRAF
Oleh: Hafidah

Pengembangan paragraf dari kalimat “Penebangan pohon liar sering terjadi”

1. Paragraf Campuran

        Penebangan pohon liar sering terjadi. Banyak pohon-pohon yang di tebang untuk kepentingan pribadi. Pohon tersebut di tebang untuk di ambil kayunya. Kemudian kayunya di jual, bahkan di ekpor ke luar negeri. Jadi, tidak mengherankan jika hutan menjadi gundul karena semua pohon di tebang dan tidak ada upaya untuk melakukan penanaman kembali.

2. Paragraf Perbandingan

        Penebangan pohon liar pada hakikatnya sama dengan seorang pencuri. Seorang pencuri dapat mengambil barang orang lain yang bukan miliknya dan penebangan pohon liar pun mengambil pohon yang bukan menjadi hak pribadi penebang tersebut. Pohon yang di tebang dapat di ambil dan digunakan untuk kepentingan pribadi atau di jual. Seorang pencuri juga dapat menggunakan hasil curiannya untuk kepentingan pribadi atau di jual pula. Jika penebangan pohon liar tertangkap, maka akan dilaporkan ke polisi dan dipenjarakan, begitu juga dengan pencuri.

3. Paragraf Pertanyaan

        Penebangan pohon liar sering terjadi. Mengapa penebangan pohon liar itu dilakuakn? Apakah pohon-pohon itu milik para penebang? Bukan, pohon itu bukan milik mereka. Semua pohon yang ada di hutan milik makhluk hidup yang ada di dunia. Pemerintah wajib untuk melindungi hutan dengan mengeluarkan undang-undang tentang perlindungan terhadap hutan. Oleh sebab itu, pohon-pohon di dalam hutan tidak boleh di tebang tanpa adanya surat izin secara resmi dari pemerintah. Walau bagaimanapun juga, pohon-pohon di dalam hutan merupakan kekayaan alam yang akan membantu kehidupan kita sekarang dan di masa yang akan datang.

4. Paragraf Sebab-akibat

        Penebangan pohon liar sering terjadi. Banyak pohon yang habis di tebang. Banjir sering terjadi di mana-mana karena akar pohon tidak mampu menampung air di dalam tanah. Kegersangan pun sering terjadi di kota-kota yang sudah kekurangan pohon-pohon. Hutan pun menjadi gundul karena tidak adanya upaya penanaman kembali.
5. Paragraf Contoh

        Penebangan pohon liar sering terjadi. Jika kita ingin melihat hasil penebangan liar tersebut, maka lihatlah hutan-hutan di sekitar kota Jakarta. Hutan-hutan di sana banyak yang mengalami kegundulan. Contoh lainnya, lihatlah di daerah-daerah Jawa. Di sana sering terjadi banjir karena akar pohon tidak mampu untuk menampung air di dalam tanah. Contoh berikutnya, lihatlah di kota-kota Jakarta dan sekitarnya. Di sana terlihat kegersangan jika musim panas tiba.

6. Paragraf Perulangan

        Penebangan pohon liar sering terjadi. Penebangan terjadi karena keserakahan seseorang demi kepentingan pribadinya. Banyak pohon yang ditebang sehingga hutan menjadi gundul. Pohon tersebut di tebang secara liar karena tidak mempunyai surat izin resmi dari pemerintah. Jika tertangkap, maka para penebang pohon liar tersebut akan dilaporkan ke polisi dan di hukum sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.

7. Paragraf Definisi

        Istilah penebangan pohon secara liar sering digunakan dalam kehidupan. Penebangan pohon secara liar sering diartikan sebagai penebang pohon tanpa adanya surat izin dari pemerintah. Penebangan pohon secara liar merupakan perbuatan seorang pencuri dan tidak terpuji. Penebangan tersebut dilakukan demi kepentingan pribadi dan keserakahannya. Definisi penebangan pohon secara liar adalah penebangan pohon secara sembunyi-sembunyi (tanpa diketahui orang lain) dan tanpa adanya surat izin dari pemerintah.

Rabu, 06 Juni 2012

PUISI

Oleh: Hafidah

JERAWAT
Jerawat…
Bentukmu kecil dan bulat
Meskipun kecil tapi cukup menakutkan
Kau hidup di sembarang tempat
Tak peduli jelata atau bangsawan

Oh jerawat
Gara-gara engkau aku jadi melarat
Uangku habis untuk beli obat
Tapi kau tetap saja bertempat di wajahku yang semakin pucat

Oh jerawat
Kau telah menghalangi kecantikanku
Bila ku pijat rasanya menyakitkan
Bila kubiarkan engkau malah merambat

Jerawat…
Cepatlah minggat
Agar wajahku kembali memikat
Tetapi, wajah mulusku hanyalah tinggal kenangan 




Mengembangkan Peribahasa dalam Bentuk Paragraf

“Hemat pangkal kaya”

           Hemat pangkal kaya merupakan julukan bagi orang yang menghemat. Sifat menghemat harus ditanamkan pada diri kita. Dalam agama, mengehamat juga sangat dianjurkan. Dengan menghemat, kita dapat menata kehidupan kita ke arah yang lebih baik. Masa depan kita akan lebih terjamin karena adanya persediaan yang telah kita siapkan. Maka, orang yang menghemat akan mendapat pahala dari Allah SWT. Orang yang pandai menghemat selalu kaya akan sesuatu, baik dalam hal uang maupun dalam hal lainnya.

PROSA, PUISI, DAN DRAMA

Oleh: Hafidah
Prosa

        Prosa adalah suatu jenis tulisan yang dibedakan dengan puisi karena variasi ritme (rhythm) yang dimilikinya lebih besar, serta bahasanya yang lebih sesuai dengan arti leksikalnya. Kata prosa berasal dari bahasa latin “prosa” yang artinya “terus terang”. Jenis tulisan prosa biasanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta atau ide. Karenanya, prosa dapat digunakan untuk surat kabar, majalah, novel, ensiklopedia, surat, serta berbagai jenis media lainnya.
        Karangan prosa ialah karangan yang bersifat menerangjelaskan secara terurai mengenai suatu masalah atau hal atau peristiwa dan lain-lain. Pada dasarnya karya bentuk prosa ada dua macam, yakni karya sastra yang bersifat sastra dan karya sastra yang bersifat bukan sastra. Yang bersifat sastra merupakan karya sastra yang kreatif imajinatif, sedangkan karya sastra yang bukan astra ialah karya sastra yang nonimajinatif.
a.Macam Karya Sastra Bentuk Prosa
        Dalam khasanah sastra Indonesia dikenal dua macam kelompok karya sastra menurut temanya, yakni karya sastra lama dan karya sastra baru. Hal itu juga berlaku bagi karya sastra bentuk prosa. Jadi, ada karya sastra prosa lama dan karya sastra prosa baru. Perbedaan prosa lama dan prosa baru menurut Dr. J. S. Badudu adalah:

1.Prosa lama:
  1. Cenderung bersifat stastis, sesuai dengan keadaan masyarakat lama yang mengalami perubahan secara lambat.
  2. Istanasentris ( ceritanya sekitar kerajaan, istana, keluarga raja, bersifat feodal).
  3. Hampir seluruhnya berbentuk hikayat, tambo atau dongeng. Pembaca dibawa ke dalam     khayal dan fantasi.
  4. Dipengaruhi oleh kesusastraan Hindu dan Arab.
  5. Ceritanya sering bersifat anonim (tanpa nama)
  6. Milik bersama

2.Prosa Baru:
  1. Prosa baru bersifat dinamis (senantiasa berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat)
  2. Masyarakatnya sentris ( cerita mengambil bahan dari kehidupan masyarakat sehari-hari)
  3. Bentuknya roman, cerpen, novel, kisah, drama. Berjejak di dunia yang nyata, berdasarkan kebenaran dan kenyataan
  4. Terutama dipengaruhi oleh kesusastraan Barat
  5. Dipengaruhi siapa pengarangnya karena dinyatakan dengan jelas
  6. Tertulis

1.Prosa lama 
        Prosa lama adalah karya sastra daerah yang belum mendapat pengaruh dari sastra atau kebudayaan barat. Dalam hubungannya dengan kesusastraan Indonesia maka objek pembicaraan sastra lama ialah sastra prosa daerah Melayu yang mendapat pengaruh barat. Hal ini disebabkan oleh hubungannya yang sangat erat dengan sastra Indonesia.  Karya sastra prosa lama yang mula-mula timbul disampaikan secara lisan. Disebabkan karena belum dikenalnya bentuk tulisan. Dikenal bentuk tulisan setelah agama dan kebudayaan Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Melayu mengenal tulisan. Sejak itulah sastra tulisan mulai dikenal dan sejak itu pulalah babak-babak sastra pertama dalam rentetan sejarah sastra Indonesia mulai ada.
         Bentuk-bentuk sastra prosa lama adalah:
  1. Mite adalah dongeng yang banyak mengandung unsur-unsur ajaib dan ditokohi oleh dewa, roh halus, atau peri. Contoh Nyi Roro Kidul
  2. Legenda adalah dongeng yang dihubungkan dengan terjadinya suatu tempat. Contoh: Sangkuriang, SI Malin Kundang
  3. Fabel adalah dongeng yang pelaku utamanya adalah binatang. Contoh: Kancil
  4. Hikayat adalah suatu bentuk prosa lama yang ceritanya berisi kehidupan raja-raja dan sekitarnya serta kehidupan para dewa. Contoh: Hikayat Hang Tuah.
  5. Dongeng adalah suatu cerita yang bersifat khayal. Contoh: Cerita Pak Belalang.
  6. Cerita berbingkai adalah cerita yang di dalamnya terdapat cerita lagi yang dituturkan oleh pelaku-pelakunya. Contoh: Seribu Satu Malam.

2.Prosa Baru
        Prosa baru adalah karangan prosa yang timbul setelah mendapat pengaruh sastra atau budaya Barat. Prosa baru timbul sejak pengaruh Pers masuk ke Indonesia yakni sekitar permulaan abad ke-20. Contoh: Nyai Dasima karangan G. Fransis, Siti mariah karangan H. Moekti. Berdasarkan isi atau sifatnya prosa baru dapat digolongkan menjadi:
  1. Roman adalah cerita yang mengisahkan pelaku utama dari kecil sampai mati, mengungkap adat/aspek kehidupan suatu masyarakat secara mendetail/menyeluruh, alur bercabang-cabang, banyak digresi (pelanturan). Roman terbentuk dari pengembangan atas seluruh segi kehidupan pelaku dalam cerita tersebut. Contoh: karangan Sutan Takdir Alisjahbana: Kalah dan Manang, Grota Azzura, Layar Terkembang, dan Dian yang Tak Kunjung Padam 
  2. Riwayat adalah suatu karangan prosa yang berisi pengalaman-pengalaman hidup pengarang sendiri (otobiografi) atau bisa juga pengalaman hidup orang sejak kecil hingga dewasa atau bahkan sampai meninggal dunia. Contoh: Soeharto Anak Desa atau Prof. Dr. B.I Habibie atau  Ki hajar Dewantara. 
  3. Otobiografi adalah karya yang berisi daftar riwayat diri sendiri.
  4. Antologi adalah buku yang berisi kumpulan karya terplih beberapa orang. Contoh   Laut Biru Langit Biru karya Ayip Rosyidi
  5. Kisah adalah riwayat perjalanan seseorang yang berarti cerita rentetan kejadian kemudian mendapat perluasan makna sehingga dapat juga berarti cerita. Contoh: Melawat ke Jabar – Adinegoro, Catatan di Sumatera – M. Rajab.
  6. Cerpen adalah suatu karangan prosa yang berisi sebuah peristiwa kehidupan manusia, pelaku, tokoh dalam cerita tersebut. Contoh: Tamasya dengan Perahu Bugis karangan Usman. Corat-coret di Bawah Tanah karangan Idrus.
  7. Novel adalah suatu karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dan kehidupan orang-orang. Contoh: Roromendut karangan YB. Mangunwijaya.
  8. Kritik adalah karya yang menguraikan pertimbangan baik-buruk  suatu hasil karya dengan memberi alasan-alasan tentang isi dan bentuk dengan kriteria tertentu yangs ifatnya objektif dan menghakimi.
  9. Resensi adalah pembicaraan/pertimbangan/ulasan suatu karya (buku, film, drama, dll.). Isinya bersifat memaparkan agar pembaca mengetahui karya tersebut dari ebrbagai aspek seperti tema, alur, perwatakan, dialog, dll, sering juga disertai dengan penilaian dan saran tentang perlu tidaknya karya tersebut dibaca atau dinikmati.
  10. Esei adalah ulasan/kupasan suatu masalah secara sepintas lalu berdasarkan pandangan pribadi penulisnya. Isinya bisa berupa hikmah hidup, tanggapan, renungan, ataupun komentar tentang budaya, seni, fenomena sosial, politik, pementasan drama, film, dll. menurut selera pribadi penulis sehingga bersifat sangat subjektif  atau sangat pribadi.

Puisi
        Puisi adalah bentuk karangan yang terkikat oleh rima, ritma, ataupun jumlah baris serta ditandai oleh bahasa yang padat. Unsur-unsur intrinsik puisi adalah:
  1. Tema adalah tentang apa puisi itu berbicara
  2. Amanat adalah apa yang dinasihatkan kepada pembaca.
  3. Rima adalah persamaan-persamaan bunyi.
  4. Ritma adalah perhentian-perhentian/tekanan-tekanan yang teratur.
  5. Metrum/irama adalah turun naik lagu secara beraturan yang dibentuk oleh persamaan jumlah kata/suku tiap baris.
  6. Majas/gaya bahasa adalah permainan bahasa untuk efek estetis maupun maksimalisasi ekspresi.
  7. Kesan adalah perasaan yang diungkapkan lewat puisi (sedih, haru, mencekam, berapi-api, dan lain-lain.
  8. Diksi adalah pilihan kata/ungkapan.
  9. Tipografi adalah perwajahan/bentuk puisi.

        Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru.
a.Puisi lama
        Ciri puisi lama:
1. Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya
2. Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan
3. Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima

        Yang termausk puisi lama adalah
  1. Mantra adalah ucapan-ucapan yangd ianggap memiliki kekuatan gaib
  2. Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran,  2 baris berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka
  3. Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek
  4. Seloka adlah pantun berkait
  5. Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat
  6. Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita
  7. Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.

b.Puisi baru
        Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima.Menurut isinya, puisi dibedakan atas:
1. Balada adalah puisi berisi kisah/cerita
2. Himne adAlah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan
3. Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang ebrjasa
4. Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup
5. Romance adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih
6. Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan
7. Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik

Drama/Film
        Drama atau film merupakan karya yang terdiri atas aspek sastra dan asepk pementasan. Aspek sastra drama berupa naskah drama, dan aspek sastra film berupa skenario. Unsur instrinsik keduanya terdiri dari tema, amanat/pesan, plot/alur, perwatakan/karakterisasi, konflik, dialog, tata artistik (make up, lighting, busana, properti, tata panggung, aktor, sutradara, busana, tata suara, penonton), casting (penentuan peran), dan akting (peragaan gerak para pemain).

SASTRA BUTON

Oleh: Hafidah
1.CONTOH LEGENDA
Asal Mula Bone Malei (Pasir Merah), Wolio Kota Bau-Bau
 Bahasa Wolio,,,
Saangu wakutu tana wolio siy ‘apanntangia Raja Mulae zamani yincia sumai yi Bone Tobungku yi Kaponturi dhangia te kaheru. Baana kaheru yinca sumako , La Bolontio. Roonamo mia yincia sumaysaompole mea matana. Tapanamo kasegana te amalanga yincana. Bhari-bharia mia yindamo te matarana. Araatana posa rampasimea yincia. Ane yinda aalea adhaki-dhakia.
Saopea-saopea kaheru yincia sumay akawamo yi kamali lelena. Raja mulae arangomo. Laosaka ‘apadhangia kambotu. Yincema- yincema momembalina  ‘apekamate La Bolontio. Bhea dhawua ponambo, eapakawia te ‘anana Wa Tampaydongi. Sarona yi kamali Bhoroko Malanga.
Lele yincia sumay ‘atoresamo sabhawaangia siy. Yapayaka mia momasegana posalingkamo yi Bone Tobungku. Murhum, samia alingkamo dhuka. Kooniwae Murhum wakutuu yincia sumay asawi koli-koli. Sadhompana koli-kolina Murhum asapomo. Sasampona Murhum ‘apara make-makempamo aporope yi La Bolontio. Tula-tulana kooniu La Bolontio ‘alingkaysimo dhuka Murhum. Samakasuna La Bolontio Murhum ‘aontomo. Oaena apapesuamea yinuncana bhone.Kasiympo apapenea asepaakamo La Bolontio. Wakutu yincia yitu matana La Bolontio abukeakamo bone, te aseserakamo yindamo apokamaata. Murhum ‘abindumo ewangana kaatobokiaka La Bolontio maka yinda katea. Madey-dey Murhum ‘aagoy ewangana La Bolontio kasiympo atobokia La Bolontio, lausaka amate. Sakamatana yincia yitu sabhangkana Murhum aosemo sabhangkana La Bolontio. Kaapoewangi sagaa amate, sagaa atorako ,sagaa dhuka apalay.
Satoba tane La Bolontio ‘atarimea ‘obhorokona kasiympo baana adawuakea miana siompu ambuliakea madhey yi kamali te pakawa yi raja,te apatium baakea matana La Bolontio mako yi raja Mulae mamudhaakana akamatea saompole matana. Padha yincia sumay Murhum adhodhomo kaumaneana La Bolontio sumay.
Kawa sapadhana yincia sumay Murhum atopakawimo te bhoroko Malanga. Bhana La Bolontio atomaniuakamo, te miana Siompu ambuliakamea yi siompu kaatodhika-dhika, yi nuncana lia yi bahawona bhatu yi lontoy.
Kasiympo rampana kabharina momatena yi Bhone Tobungku obhona wakutu yincia yitu posa maleiaka raa. Siytumo sababuna bona tobungku yi kapuntori atosarongimo “BONE MALEI”.
TANGKANAPO
  
Bahasa Indonesia….
Suatu saat buton diperintah oleh seorang raja yakni Raja Mulae. Pada zaman itu di Bone Tobungku Kapuntori ada huru-hara yang di pimpin oleh La Bolontio. Rakyat yang tinggal di Bone Tobungku sangat takut dengan La Bolontio karena dia hanya memiliki satu mata saja. Ia kejam dan tinggi hati, semua orang merasa tidak tenteram. Harta bendanya dirampas, diambil atau dirusakkan. Beberapa saat kemudian huru-hara tersebut sampailah beritanya di Istana dan telah diketahui olah raja. Setelah itu raja mengadakan keputusan, siapa-siapa yang dapat membunuh La Bolontio, akan diberi hadiah, dikawinkan dengan putrinya yang bernama Wa Tanpaydongi. Namanya diIstana di kenal dengan Boroko Malanga.
Beritanya tersebut menyebarkan di seluruh kerajaan. Para satria yang berani semua menuju Bone To bungku. Murhum pun ikut mengadu untung. Menurut berita Murhum saat ini naik sampan menuju Bone Tobungku. Setelah tiba, Murhum naik ke darat. Setelah menginjakkan kaki di pantai , ia berpura-pura pincang berjalan menuju La Bolontio. Menurut Cerita, La Bolontio berjalan pula menuju Murhum. Setelah La Bolontio mendekat,Murhum memasukkan kakinya kedalam pasir, dan secara tiba-tiba disentakkan kearah mata La Bolontio, sehingga penuh dengan pasir. Akhirnya ia terhuyung-huyung karena matanya sudah buta akibat dikena pasir. Murhum menghunus kerisnya lalu menikam La Bolontio,tetapi tidak mampan. Melihat itu Murhum merampas keria La Bolontio kemudian ditikamkan pada La Bolontio denagn kerisnya sendiri. Saat itu La Bolontio terbanting lalu meninggal dunia. Melihat itu kawan-kawan Murhum lalu mengejar pasukan La Bolontio untuk berkelahi, sebagian meninggal ,sebagian ditawan dan sebagian lagi melarikan diri.
Saat itu juga Murhum memenggal leher La Bolontio dan kepalanya dibawa segera pada raja  supaya raja yakin bahwa La Bolontio yang bermata satu telah dikalahkan. Sesudah itu Murhum memotong pula alat fital dari La Bolontio untuk di persembahkan kepada Raja Mulae sebagai bukti bahwa yang membunuh La Bolontio adalah Murhum.
Kemudian dari pada itu Murhum telah diakui Raja Mulae dan langsung dikawinkan dengan Boroko Malanga. Akhirnya kepala La Bolontio diserahkan kepada orang siompu untuk disimpan dalam gua yang berada diatas batu di Lontoi. Saat pertempuran di Bone Tobungku sangat banyak pasukan La Bolontio yang terbunuh sehingga pasir menjadi berwarna merah karena darah. Itulah sebabnya Bone Tobungku di gelar dengan nama “Bone Malei”.
Sekian,,semoga bermanfaat,,

2.CONTOH SYAIR
Kabanti, Syair Sastra Wolio
Bismillahi kaasi karoku siy
Alhamdu padaaka kumatemo
Kajanjinamo Oputa momakaana
Apekamate bari-baria batua

Yinda samia batua bemolagina
Sakabumbua padaa posamatemo
Soomo Opu alagi samangengea
Sakiaiya yindaa kokapadaa

E Wapu dawuaku iymani
Wakutuuna kuboli badakusiy
Te syahada iqraru momatangka
Tetasidiqi iymani mototapu

E Waopu rangania rahmati
Muhammadi cahea baabaana
Oinciamo kainawa motopene
Mosuluwina bari-baria batua

Sio-siomo Waopu bekupokawa
Yi muhsyara toromuana batua
Aagoaku yi azabu narakaa
Yi huru-hara naile muri-murina

Siy saangu Nidzamu oni Wolio
Yi karangina Suluthani mo adili
Kukarangia betao paiasaku
Barasalana bekuose kaadari

Sio-siomo Opu atarimaaku
Bekuewangi yincaku momadakina
Kusarongia Kabanti yincia siy
Bula malino kapekarunana yinca

3.CONTOH PANTUN
1)Ne’u pe:lo giu-banara
  Boli pe:loa mia mosaganana.
  Giu-banara da:ngia yi nuncana karona manusia.
  Ne’indamo da:ngia yi nuncana karota
  Maka sia-siamo banaka waktumu pe:lo giu-banara.
  Artinya:
  Jika hendak mencari jalan kebenaran,
  Jangan mencarinya pada diri orang lain.
  Jalan kebenaran ada pada diri manusia
  Kalau sudah musnah dalam diri kita
  Niscaya sia-sia sudah membuang waktu mencari jalan-kebenaran.

2)Agama te:adhati abasarapu
  Labu rope audhani opuna,
  Labu wana audhani karona,
  Labu saripi audhani amalana
  Artinya:
  Agama dan adat bersenyawa
  Tampak depan, mengingat pencipta-Nya
  Tampak belakang, mengingat dirinya
  Tampak samping mengingat amalannya

4.CONTOH SELOKA
‘yinda – ‘yindamo arata:, somanamo karo
‘yinda – ‘yindamo karo, somanamo lipu
‘yinda – ‘yindamo lipu, somanamo sara
‘yinda – ‘yindamo sara, somanamo agama
Artinya:
Boleh saja harta tiada asalkan masih ada eksistensi Diri
Boleh saja diri tiada asal masih ada eksistensi Negeri
Boleh negeri tiada asal masih ada eksistensi Tata-Pemerintah
Boleh saja tata-pemerintah tiada asal masih ada eksistensi Agama

5.CONTOH PANTUN
Yinda Yindamo Arataa Somanamo Karo (Biarpun harta habis asalkan jiwa raga selamat)
Yinda Yindamo Karo Somanamo Lipu    (Biarpun jiwa raga hancur asal negara selamat)
Yinda Yindamo Lipu Somanamo Sara     (Biarpun negara tiada asal pemerintah ada)
Yinda Yindamo Sara Somanamo Agama   (Biarpun pemerintah tiada asal Agama dipertahankan)

6.CONTOH UNGKAPAN
Pomali horaci polango, baha Kokawincu.
Pemali menduduki bantal, jangan sampai berbisul.

Pomali toma’a itawe, pande tokolapusie.
Pemali makan di periuk, biasanya wajah kita bernoda hitam.

Pomali toma’a kadese rapi, bara wite pikasimba moluda.
Pemali makan pisang kembar, jangan sampai cepat ompong.

7.Sejarah (Tambo) Buton
        
         Buton adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah tenggara Pulau Sulawesi. Pada zaman dahulu di daerah ini pernah berdiri kerajaan Buton yang kemudian berkembang menjadi Kesultanan Buton.
Buton dikenal dalam Sejarah Indonesia karena telah tercatat dalam naskah Nagarakretagama karya Prapanca pada Tahun 1365 Masehi dengan menyebut Buton atau Butuni sebagai Negeri (Desa) Keresian atau tempat tinggal para resi dimana terbentang taman dan didirikan lingga serta saluran air. Rajanya bergelar Yang Mulia Mahaguru. Nama Pulau Buton juga telah dikenal sejak zaman pemerintahan Majapahit. Patih Gajah Mada dalam Sumpah Palapa, menyebut nama Pulau Buton.
        Cikal bakal negeri Buton untuk menjadi sebuah Kerajaan pertama kali dirintis oleh kelompok Mia Patamiana (si empat orang) yaitu Sipanjonga, Simalui, Sitamanajo, Sijawangkati yang oleh sumber lisan mereka berasal dari Semenanjung Tanah Melayu pada akhir abad ke – 13.
Mereka mulai membangun perkampungan yang dinamakan Wolio (saat ini berada dalam wilayah Kota Bau-Bau serta membentuk sistem pemerintahan tradisional dengan menetapkan 4 Limbo (Empat Wilayah Kecil) yaitu Gundu-gundu, Barangkatopa, Peropa dan Baluwu yang masing-masing wilayah dipimpin oleh seorang Bonto sehingga lebih dikenal dengan Patalimbona. Keempat orang Bonto tersebut disamping sebagai kepala wilayah juga bertugas sebagai pelaksana dalam mengangkat dan menetapkan seorang Raja. Selain empat Limbo yang disebutkan di atas, di Buton telah berdiri beberapa kerajaan kecil seperti Tobe-tobe, Kamaru, Wabula, Todanga dan Batauga. Maka atas jasa Patalimbona, kerajaan-kerajaan tersebut kemudian bergabung dan membentuk kerajaan baru yaitu kerajaan Buton dan menetapkan Wa Kaa Kaa (seorang wanita bersuamikan Si Batara seorang turunan bangsawan Kerajaan Majapahit) menjadi Raja I pada tahun 1332 setelah mendapat persetujuan dari keempat orang bonto/patalimbona (saat ini hampir sama dengan lembaga legislatif).
          Dalam periodisasi Sejarah Buton telah mencatat dua Fase penting yaitu masa Pemerintahan Kerajaan sejak tahun 1332 sampai pertengahan abad ke – 16 dengan diperintah oleh 6 (enam) orang raja diantaranya 2 orang raja perempuan yaitu Wa Kaa Kaa dan Bulawambona. Kedua raja ini merupakan bukti bahwa sejak masa lalu derajat kaum perempuan sudah mendapat tempat yang istimewa dalam masyarakat Buton. Fase kedua adalah masa Pemerintahan Kesultanan sejak masuknya agama Islam di Kerajaan Buton pada tahun 948 Hijriah ( 1542 Masehi ) bersamaan dilantiknya Laki La Ponto sebagai Sultan Buton I dengan Gelar Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul Khamis sampai pada Muhammad Falihi Kaimuddin sebagai Sultan Buton ke – 38 yang berakhir tahun 1960.
          Dibidang hukum dijalankan sangat tegas dengan tidak membedakan baik aparat pemerintahan maupun masyarakat umum. Hal ini terlihat dari ke 38 orang sultan yang memerintah di Buton , 12 orang menyalahgunakan kekuasaan dan melanggar sumpah jabatan dan satu diantaranya yaitu Sultan ke - VIII Mardan Ali, diadili dan diputuskan untuk dihukum mati dengan cara leher dililit dengan tali sampai meninggal yang dalam bahasa wolio dikenal dengan istilah digogoli .
          Bidang perekonomian dimana Tunggu Weti sebagai penagih pajak di daerah kecil ditingkatkan statusnya menjadi Bonto Ogena disamping sebagai penanggung jawab dalam pengurusan pajak dan keuangan juga mempunyai tugas khusus selaku kepala siolimbona (saat ini hampir sama dengan ketua lembaga legislatif).
          Bidang Pertahanan Keamanan ditetapkannya Sistem Pertahanan Rakyat Semesta dengan falsafah perjuangan yaitu :
“Yinda Yindamo Arata somanamo Karo” (Harta rela dikorbankan demi keselamatan diri)
“Yinda Yindamo Karo somanamo Lipu” (Diri rela dikorbankan demi keselamatan negeri)
“Yinda Yindamo Lipu somanamo Sara” (Negeri rela dikorbankan demi keselamatan pemerintah)
“Yinda Yindamo Sara somanamo Agama” (Pemerintah rela dikorbankan demi keselamatan agama)
Disamping itu juga dibentuk sistem pertahanan berlapis yaitu empat Barata (Wuna, Tiworo, Kulisusu dan Kaledupa), empat matana sorumba (Wabula, Lapandewa, Watumotobe dan Mawasangka) serta empat orang Bhisa Patamiana (pertahanan kebatinan).
          Selain bentuk pertahanan tersebut maka oleh pemerintah kesultanan, juga mulai membangun benteng dan kubu–kubu pertahanan dalam rangka melindungi keutuhan masyarakat dan pemerintah dari segala gangguan dan ancaman. Kejayaan masa Kerajaan/Kesultanan Buton (sejak berdiri tahun 1332 dan berakhir tahun 1960) berlangsung ± 600 tahun lamanya telah banyak meninggalkan warisan masa lalu yang sangat gemilang, sampai saat ini masih dapat kita saksikan berupa peninggalan sejarah, budaya dan arkeologi. Wilayah bekas Kesultanan Buton telah berdiri beberapa daerah kabupaten dan kota yaitu : Kabupaten Buton, Kabupaten Muna, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Bombana, Kabupaten Buton Utara, dan Kota Bau-Bau.

Raja-raja Buton
1. Raja ke I Wa Kaa Kaa 1311
2. Raja ke II Bulawambona
3. Raja ke III Bataraguru
4. Raja ke IV Tua Rade
5. Raja ke V Mulae
6. Raja ke VI Murhum

Sultan-Sultan Buton
1.  Sultan ke-1 Murhum dengan gelar Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul Khamis (1491-1537),
2.  Sultan ke-2 La Tumparasi (1545-1552) dengan gelar Sultan Kaimuddin,
3.  Sultan ke-3 La Sangaji (1566-1570) dengan gelar Sultan Kaimuddin,
4.  Sultan ke-4 La Elangi (1578-1615) dengan gelar Sultan Dayanu Iksanuddin,
5.  Sultan ke-5 La Balawo (1617-1619)
6.  Sultan ke-6 La Buke (1632-1645)
7.  Sultan ke-7 La Saparagau (1645-1646)
8.  Sultan ke-8 La Cila (1647-1654)
9.  Sultan ke-9 La Awu (1654-1664) dengan gelar Sultan Malik Sirullah,
10.Sultan ke-10 La Simbata (1664-1669) dengan gelar Sultan Adilil Rakhiya,
11.Sultan ke-11 La Tangkaraja (1669-1680) dengan gelar Sultan Kaimuddin,
12.Sultan ke-12 La Tumpamana (1680-1689) dengan gelar Sultan Zainuddin,
13.Sultan ke-13 La Umati (1689-1697)
14.Sultan ke-14 La Dini (1697-1704) dengan gelar Sultan Syaifuddin,
15.Sultan ke-15 La Rabaenga (1702)
16.Sultan ke-16 La Sadaha (1704-1709) dengan gelar Sultan Syamsuddin,
17.Sultan ke-17 La Ibi (1709-1711) dengan gelar Sultan Nasraruddin,
18.Sultan ke-18 La Tumparasi (1711-712) dengan gelar Sultan Muluhiruddin Abdul Rasyid,
19.Sultan ke-19 La Ngkarieri (1712-1750) dengan gelar Sultan Sakiyuddin Duurul Aalam,
20.Sultan ke-20 La Karambau (1750-1752) Sultan Himayatuddin
21.Sultan ke-21 Hamim (1752-1759) dengan gelar Sultan Sakiyuddin,
22.Sultan ke-22 La Seha (1759-1760) dengan gelar Sultan Rafiuddin,
23.Sultan ke-23 La Karambau (1760-1763)
24.Sultan ke-24 La Jampi (1763-1788) dengan gelar Sultan Kaimuddin,
25.Sultan ke-25 La ...........
26.Sultan ke-26 La Kaporu (1791-1799) dengan gelar Sultan Muhuyuddien Abdul Gafur,
27.Sultan ke-27 La Badaru (1799-1822) dengan gelar Sultan Dayanu Asraruddin.
28.Sultan ke-28 La Dani (1823-1824)
29.Sultan ke-29 Muh. Idrus (1824-1851)
30.Sultan ke-30 Muh. Isa (1851-1861)
31.Sultan ke-31 Muh. Salihi (1871-1886)
32.Sultan ke-32 Muh. Umar (1886-1906)
33.Sultan ke-33 Muh. Hasiki (1906-1911)
34.Sultan ke-34 Muh. Husain (1914)
35.Sultan ke-35 Muh. Ali (1918-1921)
36.Sultan ke-36 Muh. Saifu (1922-1924)
37.Sultan ke-37 Muh. Hamidi (1928-1937)
38.Sultan ke-38 Muh. Falihi (1937-1960)

8.Hikayat Sipanjonga (Nenek Moyang Orang Buton)
          Dalam hikayat Sipanjonga “Mia Patamia” terdiri atas empat orang: Sipanjonga, Simalui, Sitanamajo, dan Sijawangkati. Dikisahkan pemimpin kelompok pelayaran bernama Sipanjonga, seorang hartawan dan dermawan berasal dari Pulau Liyaa di Johor. Sebelum keberangkatan kelompok itu, Sipanjonga bermimpi didatangi seorang tua yang menasihatinya agar pergi ke tempat yang lebih baik.
          Maka berkata orang tua itu kepada Sipanjonga “hee cucuku, apa juga sudahnya cucuku tinggal di dalam pulau ini, lebih baik engkau mencari lain tempat yang lebih baik dari pulau ini. Maka kata Sipanjonga “hee nenekku, bagaimana aku pergi mencari lain tempat daripada pulau ini. Maka kata orang tua itu “cucuku buatlah perahu di ujung pulau ini supaya boleh cucuku pergi sekalian dengan segala keluarga cucuku”.
Kemudian Sipanjonga memerintahkan hamba sahayanya membuat perahu yang diberi nama “palulang”. Perahu ini segera dimuati sekalian orang beserta harta sekalian jenis emas, perak, tembaga, suasa, dan permata, intan baiduri, mutiara, dan lain sebagainya. Keberangkatan Sipanjonga digambarkan demikian:
“Maka layar perahu pun dipasang oranglah merapat kiri kanannya. Maka Sipanjonga pun naiklah ke palulang serta dengan segala bunyi-bunyian. Itulah adat segala anak raja-raja yang besar-besar di dalam negeri. Maka kepada hari yang baik dan saat yang baik maka Sipanjonga pun menyuruh orangnya bongkar sauh, maka orang pun hadirlah masing-masing dipegangnya. Maka meriam pun pasang oranglah kiri kanan dan bunyi-bunyiannya dipalu oranglah. Terlalu khidmat bunyinya dan layar pun dibuka orang, maka angin bertiuplah terlalu keras jalannya palulang itu, seperti burung rajawali pantasnya. Dengan seketika juga Pulau Liyaa itu lepas dari pada mata orang banyak”.
           Dalam kisah, Sipanjonga terdampar di Pulau Malalang setelah tujuh malam lamanya kemudian melanjutkan pelayarannya. Sewaktu menunggu itu, Sipanjonga mendengar suara: “Hee Sipanjonga janganlah engkau berduka cita atas pekerjaanmu karena engkau melakukan dirimu seperti demikian itu. Kembalilah engkau ke pilangmu, bukan tempat bagimu pada pulau ini. Hendaklah engkau segera berlayar menuju matahari. Adalah sebuah pulau besar “Butuni” namanya disebut orang. Disanalah engkau duduk yang sedia insya Allahu Ta’aala. Kemudian hari itu pula dapat menjadi sebuah negeri yang besar-besar beribu-ribu orangnya lagi beroleh ‘anak-anak’ seorang laki-laki dan cucumu maha banyak dan anakmu itupun mendapat seorang ‘perempuan’ didalam buluh gading yaitu menjadi raja didalam negeri itu lagi anakmu itu kaya kekal kekayaannya datang kepada anak cucumu dengan berkat orang yang didapat didalam buluh itu”.
           Pendaratan rombongan Sipanjonga di Pulau Butun terbagi dalam dua: kelompok yang dipimpin Sipanjonga dan Simalui di Kalampa, dan kelompok Sitanamajo dan Sijawangkati di Walalogusi. Mereka mendirikan permukiman di pesisir dan akhirnya bersatu di Kalampa. Akan tetapi dalam perjalanannya perkampungan itu sering mendapat serangan perompak. Dikisahkan pula Sijawangkati memasuki ke pedalaman untuk menebang pohon enau. Rupanya wilayah itu sudah dikuasai seorang bernama Dungkungcangia. Berkali-kali Sijawangkati menebang pohon itu membuat Dungkungsangia marah. Ia lalu menebang pohon yang lebih besar dari yang ditebang Sijawangkati. Melihat hasil tebangannya itu, Sijawangkati menganggap si penebang pastilah bukan sembarang orang. Iapun lalu mengikat hasil tebangan itu dengan seutas tali.
           Kini Dungkungcangia yang mengira pelakunya manusia luar biasa. Tibalah mereka bertemu dan saling mengadu kesaktiannya. Tidak ada yang kalah dan menang. Mereka sepakat untuk berdamai dan membentuk ikatan persaudaraan. Kemudian diketahui Dungkungcangia adalah raja Tobe-Tobe. Ia menyerahkan wilayahnya masuk ke dalam kerajaan Butun. Mitos ini menggambarkan proses adapti dan integratif antara pendatang dan orang yang “lebih dahulu” tinggal di Pulau Butun. Dalam konteks masyarakat Butun sesungguhnya tidak ada pengertian penduduk “asli”.
           Konon Dungkungcangia adalah salah satu panglima pasukan Khubilai Khan yang tercerai dari induknya sewaktu dipukul mundur oleh Raden Wijaya pendiri kerajaan Majapahit. Memang dikenal ada tiga orang panglima dalam pasukan Khubilai Khan yang menyerang Jawa pada abad ke-13: Shihpi, Iheh-mi-shih, dan Kau Hsing. Entah mana yang kemudian dikenal sebagai Dungkungcangia.
           Menurut tradisi lokal pula disebutkan Dungkungcangia terdampar di pantai timur Butun. Sewaktu melakukan penelitian lapangan awal Agustus 1995, penulis masih dapat melihat kerangka perahu yang dipercaya penduduk Desa Wabula, sebagai perahu yang terdampar dahulu digunakan Dungkungcangia. Mereka masih merawat sebagai barang keramat. Menarik nama Wabula untuk desa di tepian pantai itu. Dalam bahasa Wolio, Wa (Ode) menunjuk pada jenis perempuan, La (Ode) = untuk laki-laki), sedangkan bula artinya putih. Dikisahkan pula bahwa ada seorang perempuan Cina yang turut dalam penumpang perahu yang terdampar itu. Menurut keyakinan setempat, penduduk di sana adalah keturunan dari “si perempuan putih” itu.
          Tentang seorang manusia yang muncul dari “buluh (bambu)”, merupakan kisah lokal dari Muna. Adalah mitos terbentuknya perkampungan pertama bernama Wamelai, sekarang bagian dari Kampung Tongkuno. Komunitas ini hidup berburu dan membuka ladang. Sistem kemasyarakatannya dipimpin oleh seorang yang disebut mieno. Sewaktu sekelompok orang mencari bambu untuk membuat rumah besar untuk mieno, terjadilah suatu peristiwa. Ketika seorang mengayunkan parang menebang bambu maka terdengarlah suara “aduh kakiku” lalu ketika diayunkan ke atas sedikit terdengar lagi “aduh pinggangku” dan ketika sampai di bagian atas terdengar lagi “aduh kepalaku”. Maka dibawalah bambu itu ke Wamelai dan dijaga dengan hati-hati.
          Setelah beberapa hari terdamparlah sebuah palangga di pantai yang berisi seorang perempuan. Ia adalah anak raja Luwu yang sengaja dikirim ke timur karena belum juga mendapat jodoh. Ia diberi nama Sangke Palangga dan dipertemukan dengan bambu ‘ajaib’ itu. Maka terdengarlah suara dari bambu: “inilah isteri saya”, dan dijawabnya “saya datang memang untuk tuan”. Dari bambu keluarlah seorang laki-laki yang kemudian dikenal sebagai Beteno ne Tombula. Dari pasangan inilah yang menurunkan penduduk Muna. Mitos semacam ini terdapat pula yaitu munculnya Wa Kaa Kaa seorang perempuan yang kemudian menjadi raja perempuan Butun.
          Salah satu fungsi mitos memang adalah sebagai faktor integratif atau pembentuk solidaritas masyarakat. Begitulah ketika Sipanjonga berkawin dengan Sabanang, saudara perempuan Simalui, melahirkan anak laki-laki bernama Betoambari (nama bandara di Bau-Bau sekarang). Betoambari dikenal sebagai tokoh penting kerajaan Butun. Ia pula yang mengawinkan Wa Kaa Kaa, adalah puteri Batara Guru yang bermukim di langit, dengan Sibatara seorang keturunan dari Majapahit (Vonk 1937:20). Alur ceritera memang tidak usah harus dirunut dengan logis yang utama adalah bagaimana pembenaran dan legitimasi bagi sebuah tatanan sosial-politik hendak dibangun. Maka begitu pula ketika mitos dari “dunia Bugis” yang lain pun berkaitan dengan mitos-mitos di atas dalam uraian di bawah ini. Mengenai asal-usul penduduk, dikenal pula adanya mitos dari Luwu yang dianggap merupakan “the cradle of civilization” di Sulawesi Selatan. Dilihat dari perspektif Luwu, Butun dan Muna merupakan daerah “pinggiran”. Asal-usul penduduk kesultanan berasal dari kedua pulau itu, seperti di bawah ini:
          “Dahulu di sini adalah air. Sampai pada suatu hari berlayarlah sebuah perahu mengarungi laut itu, yang ditumpangi seorang laki-laki bernama “SAWERIGADI”. Perahunya terdampar. Sawerigadi adalah anak raja Luwu dan oleh ibunya diperintahkan berkeliling dunia dengan membawa “ayam kuning”. Ia dianggap sebagai “orang mulia”, seorang yang menempati strata tinggi. Tempat terdamparnya perahu itu pada satu tanah besar di tengah laut, yang kemudian menjadi Pulau Muna. Juga diketahui gunung tempat perahu terdampar masih ada bernama “Gunung Bakutara” dan terletak di dekat Kota Muna dahulu. Di gunung itu masih tegak batu berbentuk perahu. Dari tempatnya terdampar, Sawerigadi berjalan menuju daratan ke Wisenekontu, dekat kampung Tanjung Batu sekarang, dari sana ia lalu kembali ke negerinya. (Wisenekontu berati “menghadap ke batu”). Raja Luwu kemudian mengirimkan sejumlah orang-orangnya pergi melihat perahu Sawerigadi. Sebagian orang-orang itu tetap tinggal dan merekalah penduduk pertama Muna”


SASTRA

Oleh: Hafidah
Pengertian Sastra

        Sastra (Sanskerta: shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta ‘Sastra’, yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar ‘Sas’ yang berarti “instruksi” atau “ajaran” dan ‘Tra’ yang berarti “alat” atau “sarana”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.
        Pengertian Sastra Menurut Para Ahli
a.Mursal Esten (1978 : 9)
         Sastra atau Kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia. (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan).

b.Semi (1988 : 8 )
      Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya menggunakan bahasa sebagai mediumnya.

c.Panuti Sudjiman (1986 : 68)
       Sastra sebagai karya lisan atau tulisan yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinalan, keartistikan, keindahan dalam isi, dan ungkapanya.

d.Ahmad Badrun (1983 : 16)
         Kesusastraan adalah kegiatan seni yang mempergunakan bahasa dan garis simbol-simbol lain sebagai alai, dan bersifat imajinatif.

e.Engleton (1988 : 4)
       Sastra adalah karya tulisan yang halus (belle letters) adalah karya yang mencatatkan bentuk bahasa. harian dalam berbagai cara dengan bahasa yang dipadatkan, didalamkan, dibelitkan, dipanjangtipiskan dan diterbalikkan, dijadikan ganjil.

f.Plato
      Sastra adalah hasil peniruan atau gambaran dari kenyataan (mimesis). Sebuah karya sastra harus merupakan peneladanan alam semesta dan sekaligus merupakan model kenyataan. Oleh karena itu, nilai sastra semakin rendah dan jauh dari dunia ide.

g.Aristoteles
         Sastra sebagai kegiatan lainnya melalui agama, ilmu pengetahuan dan filsafat.
h.Robert Scholes (1992: 1)
  Tentu saja, sastra itu sebuah kata, bukan sebuah benda

i.Sapardi (1979: 1)
      Memaparkan bahwa sastra itu adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium. Bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan social.

j.Taum (1997: 13)
        Sastra adalah karya cipta atau fiksi yang bersifat imajinatif” atau “sastra adalah penggunaan bahasa yang indah dan berguna yang menandakan hal-hal lain”

Pengertian Daerah
        Daerah adalah bagian permukaan bumi, wilayah atau kawasan.

Pengertian Sastra Daerah
        Sastra daerah, yaitu karya sastra yang berkembang di daerah dan diungkapkan dengan menggunakan bahasa daerah.

Pengertian Filologi
  1. Filologi berasal dari bahasa Yunani philein, "cinta" dan logos, "kata". Filologi merupakan ilmu yang mempelajari naskah-naskah manuskrip, biasanya dari zaman kuno.
  2. Menurut Kamus Istilah Filologi (Baroroh Baried, R. Amin Soedoro, R. Suhardi, Sawu, M. Syakir, Siti Chamamah Suratno: 1977), filologi merupakan ilmu yang menyelidiki perkembangan kerohanian suatu bangsa dan kekhususannya atau yang menyelidiki kebudayaan berdasarkan bahasa dan kesusastraan-nya.
  3. Sementara itu dalam Leksikon Sastra (Suhendra Yusuf: 1995) dikatakan bahwa dalam cakupan yang luas filologi berarti seperti tersebut di atas, sedangkan dalam cakupan yang lebih sempit, filologi merupakan telaah naskah kuno untuk menentukan keaslian, bentuk autentik, dan makna yang terkandung di dalam naskah itu.
  4. Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu-Zain) (J.S. Badudu dan Sutan Mohammad Zain: 1994) menekankan bahwa filologi meneliti dan membahas naskah-naskah lama sebagai hasil karya sastra untuk mengetahui bahasa, sastra, dan budaya bangsa melalui tulisan dalam naskah itu.
  5. Sementara W.J.S. Poerwadarminta (1982) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia lebih menekankan bahwa filologi mempelajari kebudayaan manusia terutama dengan menelaah karya sastra atau sumber-sumber tertulis.
  6. Koentjaraningrat, dkk. (1984) dalam Kamus Istilah Antropologi mengungkapkan filologi sebagai ilmu yang mempelajari bahasa kesusastraan dan sejarah moral dan intelektual dengan menggunakan naskah kuno sebagai sumber.
  7. Dick Hartoko dan B. Rahmanto (1986) dalam Pemandu di Dunia Sastra mengungkapkan asal kata filologi, yaitu “philos” dan “logos” yang berarti cinta terhadap kata. Sementara itu tugas seorang filolog adalah membanding-bandingkan naskah-naskah kuno untuk melacak versi yang asli, lalu menerbitkannya dengan catatan kritis.
  8. Webster’s New Collegiate Dictionary (1953) mendefinisi-kan filologi ke dalam tiga hal, yaitu: - cinta pengetahuan atau cinta sastra, yaitu studi sastra, dalam arti luas termasuk etimologi, tata bahasa, kritik, sejarah sastra dan linguistik; - ilmu linguistik; - studi tentang budaya orang-orang beradab sebagaimana dinyatakan dalam bahasa, sastra, dan religi mereka, termasuk studi bahasa dan perbandingannya dengan bahasa serumpun, studi tata bahasa, etimologi, fonologi, morfologi, semantik, kritik teks, dan lain-lain.
  9. Dictionary of World Literature (Joseph T. Shipley, ed.: 1962) memuat definisi filologi secara panjang lebar. Dalam kamus ini dijelaskan asal kata filologi dan orang-orang yang pertama kali menggunakan kata itu. Di samping itu dijelaskan pula perkembangan ilmu filologi di beberapa tempat. Misalnya pada abad ke-19 istilah filologi di Inggris selalu berhubungan dengan ilmu linguistik. Filologi juga termasuk dalam teori sastra dan sejarah sastra. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa kritik sastra tidak mungkin ada tanpa filologi.

Pengertian Kodikologi
  1. Istilah kodikologi berasal dari kata Latin ‘codex’ (bentuk tunggal; bentuk jamak ‘codies’) yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ‘naskah’–bukan menjadi ‘kodeks’.
  2. Sri Wulan Rujiati Mulyadi mengatakan kata ’caudex’ atau ‘codex’ dalam bahasa Latin menunjukkan hubungan pemanfaatan kayu sebagai alas tulis yang pada dasarnya kata itu berarti ‘teras batang pohon’. Kata ‘codex’ kemudian di berbagai bahasa dipakai untuk menunjukkan suatu karya klasik dalam bentuk naskah.
  3. Hermans dan Huisman menjelaskan bahwa istilah kodikologi (codicologie) diusulkan oleh seorang ahli bahasa Yunani, Alphonse Dain, dalam kuliah-kuliahnya di Ecole Normale Seprieure, Paris, pada bulan Februari 1944. Akan tetapi istilah ini baru terkenal pada tahun 1949 ketika karyanya, ‘Les Manuscrits’ diterbitkan pertama kali pada tahun tersebut.
  4. Dain sendiri mengatakan bahwa kodikologi adalah ilmu mengenai naskah-naskah dan bukan mempelajari apa yang tertulis di dalam naskah. Dain juga menegaskan walaupun kata kodikologi itu baru, ilmu kodikologinya sendiri bukanlah hal yang baru. Selanjutnya Dain juga mengatakan bahwa tugas dan “daerah” kodikologi antara lain ialah sejarah naskah, sejarah koleksi naskah, penelitian mengenai tempat naskah2 yang sebenarnya, masalah penyusunan katalog, penyusunan daftar katalog, perdagangan naskah, dan penggunaan2 naskah itu.

Kodikolog (kajian naskah), diantaranya:
a.Menentukan umur naskah.
b.Menentukan ciri zaman/budaya.
c.Menentukan karakteristik penguasa.
d.menentukan naskah baik/ tidak.

Kodikologi antara lain: sejarah naskah, sejarah koleksi naskah, penelitian mengenai tempat naskah-naskah yang sebenarnya, masalah penyusunan katalog, penyusunan daftar katalog, perdagangan naskah, dan penggunaan-penggunaan naskah itu.

Pengertian Tekstologi
        Tekstologi ialah ilmu yang mempelajari seluk beluk dalam teks meliputi meneliti penjelmaan dan penurunan teks sebuah karya sastra, penafsiran, dan pemahamannya. Dengan menyelidiki sejarah teks suatu karya.
        Berdasarkan wujud penyampaian teks, tekstologi terbagi atas tiga jenis, yaitu:
1.Tekstologi yang mempelajari teks lisan.
2.Tekstologi yang mempelajari teks tulis.
3.Tekstologi yang mempelajari teks cetakan.

PUISI LAMA

Oleh: Hafidah
PUISI LAMA

        Puisi lama adalah puisi yang banyak terikat oleh aturan-aturan. Aturan-aturan itu antara lain:
1.Jumlah baris dalam 1 bait,
2.Jumlah kata dalam 1 baris,
3.Persajakan (rima),
4.Banyaknya suku kata tiap baris,
5.Irama.

        Ciri-ciri puisi lama antara lain: 
•Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
•Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
•Sangat terikat oleh atura-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun irama.

1.Yang termasuk puisi lama adalah:
1.Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib. Mantra merupakan puisi tua,           keberadaannya dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat dan kepercayaan.
    Cirri-ciri mantra, yaitu:
•Berirama akhiran abc-abc,abcd-abcd, abcde-abcde.
•Bersifat lisan, sakti atau magis.
•Adanya perulangan.
•Metafora merupakan unsur penting.
•Bersifat esoferik (bahasa khusus antra pembicara   dan    lawan    bicara) dan misterius.

    Contoh:
    Assalammu’alaikum putri satulung besar
    Yang beralun berilir semayang
    Mari kecil, kemari
    Aku menyanggul rambutmu
    Aku membawa sadap gading
    Akan membasuh mukamu

2.Pantun adalah puisi Melayu asli yang cukup mengakar dan membudaya dalam masyarakat. Pantun merupakan puisi yang bercirikan bersajak a-ba-b, tiap bait terdiri 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama atau nasihat, teka-teki, jenaka.
    Cirri-ciri pantun, yaitu:
•Setiap bait terdiri atas empat baris.
•Setiap baris terdiri dari 4 kata (8 sampai 12 suku kata).
•Rimanya a b a b atau bersajak silang.
•Baris pertama dan kedua merupakan sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat merupakan isi.
    Contoh:
    Kalau ada jarum patah
    Jangan dimasukkan ke dalam peti
    Kalau ada kataku yang salah
    Jangan dimasukkan ke dalam hati

3. Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
    Cirri-ciri karmina, yaitu:
•Setiap bait merupakan bagian dari keseluruhan.
•Bersajak aa-aa, aa-bb.
•Tidak  memiliki sampiran, hanya memiliki isi.
•Semua baris diawali huruf kapital
•Semua baris diakhiri koma, kecuali baris ke-4 diakhiri tanda titik.
    Contoh:
    Dahulu parang, sekarang besi (a)
    Dahulu sayang sekarang benci (a)

4.Seloka adalah pantun berkait yang tidak cukup dengan satu bait saja sebab pantun berkait merupakan jalinan atas beberapa bait.
    Cirri-ciri seloka, yaitu:
•Ditulis empat baris memakai bentuk pantun atau syair,
•Namun ada seloka yang ditulis lebih dari empat baris,
    Contoh:
    Lurus jalan ke Payakumbuh,
    Kayu jati bertimbal jalan
    Di mana hari tak kan rusuh,
    Ibu mati bapak berjalan

5.Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat.
       Cirri-ciri gurindam, yaitu:
•Terdiri atas dua baris.
•Berima akhir a a.
•Baris pertama merupakan syarat, baris kedua berisi akibat  dari apa yang disebut pada baris pertama.
•Kebanyakan isinya mengenai nasihat dan sindiran.
    Contoh:
    Kurang pikir kurang siasat (a)
    Tentu dirimu akan tersesat (a)
    siapa tinggalkan sembahyang (b)
    Bagai rumah tiada bertiang (b)
    Jika suami tiada berhati lurus (c)
    Istri pun kelak menjadi kurus (c)

6.Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita.
    Cirri-ciri syair, yaitu:
•Setiap bait terdiri dari empat baris.
•Setiap baris terdiri atas 3-4 kata.
•Rimanya a a a a atau bersajak lurus.
•Tidak ada sampiran, semua merupakan isi syair.
•Isi syair merupakan kisah atau cerita.
    Contoh:
    Pada zaman dahulu kala (a)
    Tersebutlah sebuah cerita (a)
    Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
    Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)

7.Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6,8 ataupun 10 baris. Talibun merupakan pantun yang jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi harus genap misalnya 6, 8, 10 dan seterusnya. Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi. Jika satiu bait berisi delapan baris, susunannya empat sampiran dan empat isi. Jadi : Apabila enam baris sajaknya a – b – c – a – b – c. Bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a – b – c – d – a – b – c – d.
    Cirri-ciri talibun, yaitu:
•Jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi harus genap  misalnya, 6,8,10 dan seterusnya.
•Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi.
•Apabila enam baris sajaknya a-b-c-a-b-c.
•Bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a-b-c-d-a-b-c-d
    Contoh:
    Kalau anak pergi ke pekan
    Yu beli belanak pun beli sampiran
    Ikan panjang beli dahulu
            Kalau anak pergi berjalan
            Ibu cari sanak pun cari isi
            Induk semang cari dahulu

8.Bidal adalah jenis puisi lama yang menggunakan bahasa kiasan untuk menggambarkan perasaan secara tidak langsung, sehingga orang lain yang mendengarkan harus mendalami dan meresapi arti serta maksudnya. Yang termaksud bidal adalah:
1.Peribahasa atau ungkapan, yakni kiasan yang dilahirkan dengan pendek dan singkat. Contohnya:
    -Bagai ikan pulang ke lubuk.
    Artinya:orang yang pulang ke tempat asal.
    -Bak cendawan tumbuh selepas hujan.
    Artinya:terlalu banyak pada sesuatu masa.
    -Bara yang digenggam biar sampai jadi arang.
    Artinya:mengerjakan sesuatu yang sukar hendaklah sabar, sehingga mencapai kejayaan.

2.Pepatah, yakni kiasan tepat yang dipakai guna menyatakan sesuatu dengan pendek serta dalam bentuk kalimat. Contohnya:
    – Buruk muka cermin dibelah.
    – Anjing menyalak takkan menggigit.
    – Besar bungkus tak berisi.

3.Tamsil, yakni kiasan yang bersajak dan berirama. Contohnya:
    – Ada ubi ada talas, ada budi ada balas.
    – Tua-tua keladi, makin tua makin menjadi.
    – Dekat kabut mata tertutup, dekat maut maaf tertutup.

4.Perumpamaan, yakni kiasan yang berupa kalimat dan dipergunakan untuk mengumpamakan seseorang. Contohnya:
    – Soraknya seperti gunung runtuh.
    – Wajahnya laksana bulan kesiangan.
    – Seperti mendapat durian runtuh.

5.Ibarat, yakni perumpamaan yang menyatakan sesuatu dengan sejelas-jelasnya dengan mengambil perbandingan. Contohnya:
    – Hendaklah seperti tembikar, pecah satu pecah semua.
    – Ibarat bunga, segar dipakai layu dibuang.
    – Bagai anak ayam kehilangan induk, selalu saja dalam kebingungan

6.Kata Arif atau Hadits Melayu, yakni kiasan yang merupakan kata-kata atau kalimat-kalimat mutiara.

7.Pemeo, yakni kalimat pendek yang ada pada waktu banyak dipergunakan sebagai semboyan. Contohnya:
    – Sekali merdeka, tetap merdeka!
    – Maju terus, pantang mundur!
    – Rawe-rawe rantas, malang-malang putung!

        Cirri-ciri bidal, yaitu:
Bahasa berkiasan
Sebagai lambang suatu perbuatan
Kiasan yang berima atau bersajak
Contoh bidal:
1)Buruk muka cermin dibelah
2)Anjing menyalak takkan menggigit
3)Soraknya seperti gunung runtuh

9.1.Sajak berasal dari bahasa Arab “saj” yang bermaksud karangan puisi .
  2.Sebagai puisi modern .
  3.Bentuknya bebas daripada puisi dan syair.
  4.Pemilihan kata-kata yang indah (sesuai dengan mesej dan nada puisi).
  5.Robert C. Pooley pernah menyatakan bahwa "orang yang menutup telinga terhadap sajak akan terpencil  daripada satu wilayah yang penuh harta kekayaan berupa pengertian tentang manusia".
  6.Gerson Poyk berpendapat: "Dunia ini sebenarnya absurd sehingga manusia tidak dapat mengerti akan dunia ini sepenuhnya dan tugas penyair tentunya berusaha menggali rahasia kehidupan yang penuh misteri ke dalam bait sajak mereka.
  7.Menurut H.B. Jassin, sajak itu adalah suara hati penyairnya, sajak lahir dari pada jiwa dan perasaan tetapi sajak yang baik bukanlah hanya permainan kata semata-mata. Sajak yang baik membawa gagasan serta pemikiran yang dapat menjadi renungan masyarakat.
  8.Abdul Hadi W.M. menjelaskan. Katanya lagi, "dalam sajak terdapat tanggapan terhadap hidup secara batiniah". Oleh itu bagi beliau, di dalam sajak harus ada gagasan dan keyakinan penyair terhadap kehidupan, atau lebih tepat lagi, nilai kemanusiaan.
            
        Cirri-ciri sajak, yaitu:
1.Tema
        Tema merupakan persoalan utama yang hendak disampaikan dalam sajak, contohnya tema kemanusiaan, kasih sayng dan cinta akan negara.

2.Persoalan
        Persoalan pula merupakan perkara sampingan yang hendak disampaikan. Misalnya, sebuah sajak akan menyelitkan persoalan kasih sayang, kemarahan, dan kekecewaan dalam sajak tersebut.

3.Bentuk
        Jenis bentuk, bilangan rangkap, jumlah baris, jumlah suku kata dalam baris, jumlah perkataan dalam baris dan rima akhir setiap baris.

4.Gaya bahasa
1.Perbandingan
a.Metafora
        Perbandingan yang tidak jelas. Penggunaannya secara langsung tanpa menggunakan perkataan seperti, bak, umpama.
b.Hiperbola
        Gaya bahasa yang keterlaluan. Biasanya digunakan untuk memberi penekanan maksudnya berhubung dengan perasaan dan suasana.
c.Personifikasi
        Benda yang tidak hidup, peristiwa atau keadaandiberi perbandingan dengan manusia.
d.Simile
        Membandingkan sesuatu keadaan, suasana, peristiwa diberi perbandingan dengan manusia.

2.Penggunaan ayat
        Inversi – Gaya bahasa yang menyongsangkan ayat.

3.Pengulangan
    Anafora / Epifora / Simplok
        Memperlihatkan aspek pengulangan perkataan dalam setiap perkataan di awal ayat (anafora), tengah ayat (simplok), dan akhir ayat (epifora).
      
4. Unsur bunyi
    Asonansi – pengulangan bunyi vokal (a, e, i, o, u)
    Aliterasi   – pengulangan bunyi konsonan
          
5. Nada
        Nada Melankolik – menggambarkan suasana sedih   
        Nada Patriotik – menggambarkan penuh perasaan
        Nada Sinis – menggambarkan perasaan kurang senang
        Nada Protes – menggambarkan perasaan menentang
        Nada Romantik – menggambarkan persaan yang tenang

Contoh sajak:
Pengemis Kota
Dari mana anak itu?
hati keras bicara sayu
merentas buih-buih hati keras
minta seteguk ihsan unggas kota
dihulur sejadah ikhlas selaut impian
agar kocek kosong rasa nikmat.
Wanita itu sujud di kaki lima
bekas kosong lagu sunyi
menanti hujan emas segunung rasa
untuk anak kecil di dangau usang
terus bermimpi.
Lelaki kaki kayu
lompat di dahan palsu tidak jemu
minta dipeluk dalam sesaat
pada bajingan kota mulut celupar
mulut manis mengucap syukur
bila tangan mulia hulur salam.
Bila aku raba mereka hilang
dirantai gergasi biru
dibawa ke tembok bisu
agar kota bebas meredeka.
Nas Nasuha,
Skudai, Johor.

2.Persamaan dan Perbedaan Jenis Puisi Lama
a.Persamaan dan Perbedaan Karmina, Distikon, dan Gurindam.
    Persamaan : Sama-sama dua baris dalam satu bait.
    Perbedaan :
          Karmina :
    baris pertama merupakan sampiran dan baris kedua merupakan isi. contoh :
    dahulu karang sekarang besi, dahulu sayang sekarang benci.
          Distikon :
    lebih mementingkan isi di samping irama, tidak terikat (bebas). contoh :
    berkali kita tinggal,ulangi lagi dan cari akal.
         Gurindam :
   baris pertama merupakan sebab atau persoalan sedangkan baris kedua merupakan akibat atau                 penyelesaian. contoh : kurang pikir kurang siasat,tentu dirimu akan sesat.

b. Persamaan dan Perbedaan antara Pantun dari Syair.
    Persamaan :
         keduanya mempunym baris yang sama dalam satu bait, yaitu 4 baris.
    Perbedaan :
         sajak akhir berirama ab-ab pada pantun dan aa-aa pada syair. Pantun berisi sampiran dan isi sedangkan syair merupakan rangkaian cerita.

c. Persamaan dan Perbedaan antara Pantun dan Soneta.
   Persamaan :
      oktaf (8 baris pertama) pada soneta melukiskan alam sama halnya sampiran pada pantun, dan sektet (6   baris terakhir) merupakan kesimpulan dari oktaf, sama halnya dengan isi pada pantun. Peralihan dari oktaf ke sektet dalam soneta disebut volta.
  Perbedaan :
terletak dari rumus sajak akhir, soneta rumus persajakan akhirnya masing-masing abba-abba-cdc-dcd sedangkan pantun ab-ab, dan tentu saja jumlah baris pada soneta 14 baris, terdiri dari 4 bait yakni dua buah kuatrain yang disebut oktaf dan dua buah terzina yang disebut sektet, sedangkan pantun hanya 4 baris. Pantun mewakili kesusastraan puisi lama sedangkam soneta mewakili kesusastramn puisi baru.