Kamis, 31 Mei 2012

OPINI

PENULIS BEST SELLER, ARHAM KENDARI
Oleh: Hafidah

             Menulis adalah kegiatan membuat huruf (angka) dengan menggunakan alat tulis di suatu sarana atau media penulisan, mengungkapkan ide, pikiran, perasaan melalui kegiatan menulis, atau menciptakan suatu karangan dalam bentuk tulisan. Menulis merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara. Orang yang melakukan pekerjaan menulis atau menciptakan suatu karya tulis disebut penulis. Terkait dengan hal itu, maka ada tiga keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang penulis, yaitu: keterampilan berbahasa dalam merekam bentuk lisan ke tulisan, termasuk kemampuan menggunakan ejaan, tanda baca, dan pemilihan kata; keterampilan penyajian, seperti, pengembangan paragraf, merinci pokok bahasan menjadi sub bahasan pokok, dan susunan secara sistematis; dan keterampilan perwajahan, termasuk kemampuan pengaturan tipografi, seperti, penyusunan format, jenis huruf, kertas, tabel dan lain sebagainya.
            Menjadi seorang penulis bukan merupakan sesuatu yang mudah dilakukan. Apalagi menjadi seorang penulis Best Seller. Menulis sangat membutuhkan ketenangan perasaan dan pikiran agar kita dapat menuangkan ide-ide kita dalam bentuk tulisan. Menulis dapat dilakukan pada hal apa saja, dari yang kecil hingga pada hal-hal yang besar, misalnya menulis sms, menulis koment-koment di blog, dan lain sebagainya hingga tulisan di buat menjadi sebuah buku.
            Arham_Kendari merupakan salah satu penulis Best Seller yang berasal dari kota Kendari. Buku yang berjudul Jakarta Underkompor berhasil menjadi buku Best Seller. Arham_Kendari merupakan seorang wartawan Kendari Pos, ia bekerja di Kendari Pos kurang lebih sudah sepuluh tahun. Ia memulai tulisannya dengan menulis komen-komen pada sebuah blog di internet. Pada tahun 2003, awal Arham mengenal blog dan kemudian memasukan foto-foto yang diselingi dengan foto lucu dan manulis kisah-kisah. Dari komen-komen yang ia tulis di blog tersebut, karena bernuansa lucu dan dianggap bagus oleh teman-teman twitternya, hingga teman-temannya memberikan saran agar tulisannya dibuat dalam bentuk buku. Berkat dari saran dan dorongan tersebut sehingga Arham mau membuat tulisannya dalam bentuk buku.
             Ketika mencetak buku, Arham mengeluarkan uang kurang lebih tiga juta rupiah. Maka pada tahun 2007, keluarlah bukunya yang berjudul Jakarta Underkompor. Kemudian, buku Jakarta Underkompor tersebut sampai kepada Penerbit Gramedia dan penerbit Gramedia meminta untuk menerbitkan buku itu karena mereka merasa setelah buku Lupus diterbitkan, tidak ada lagi buku yang bersifat komedi. Sehingga tepat pada tahun 2008, buku Jakarta Underkompor tersebut diambil oleh Gramedia dan di edit kembali, kemudian diterbitkan hingga 5000 eksemplar. Buku Jakarta Underkompor diakui oleh Arham sendiri dalam Talk Show yang diadakan oleh organisasi Laskar Sastra di FKIP Universitas Haluoleo pada hari sabtu, tanggal 17 Desember 2011 bahwa cerita-cerita lucu yang terdapat dalam buku Jakarta Underkompor terinspirasi dari buku Lupus. Ia pun mengungkapkan bahwa ketertarikan nilai jual buku ada empat kriteria, yaitu perwajahan (desain sampul, dan lain-lain), penulisnya, penerbitnya, dan sinopsis atau ringkasan bukunya.
             Arham juga pernah menulis opini, tajuk rencana, dan cerpen. Karena tulisan-tulisannya yang kocak, konyol, dan lucu sehingga ia dikenal sebagai penulis komedi. Ia memiih genre humor karena seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa Arham sangat menyukai buku Lupus hingga ia terinspirasi dari buku tersebut dan juga karena ia merasa bahwa dengan memberikan cerita-cerita humor, maka akan bermanfaat bagi orang lain karena dapat bersifat menghibur. Judul Jakarta Underkompor terinspirasi dari judul buku Jakarta Undercofer. Ia mengambil plesetan nama sampul dari Jakarta Undercofer tersebut hanya sebagai lucu-lucuan semata. Ia berpendapat bahwa humor itu relatif, ada humor cerdas dan ada juga janis humor yang lain. Ia juga mengatakan bahwa menulis itu hanya untuk mengeksplor diri sendiri atau memperluas diri sendiri, namun ia tidak ingin menjadi penulis yang idealis.
          Langkah praktis untuk menulis cerita humor juga bisa dengan mengambil kutipan orang, namun dimodifikasi ulang supaya tidak terlalu ketahuan. Ketika mendengar hal-hal yang lucu, maka harus langsung ditulis atau diketik dimana saja, misalnya di HP agar kita tidak lupa dengan apa yang baru kita dengar. Dalam menulis, kita harus berusaha mencari sumber atau bahan. Kita bisa menulis semau kita, misalnya, kita bisa saja langsung masuk pada ending kemudian pada opening dan ditulis secara perlahan-lahan. Klimaksnya bisa ditengah dan bisa memakai kata-kata yang mengejutkan dibagian awal. Pada saat menulis, kita harus menuliskan ide pada saat itu juga. Jika bleng di depan komputer, maka kita dapat meninggalkannya dulu. Dalam waktu beberapa jam atau beberapa hari, kita dapat melihat kembali tulisan itu untuk ditambahkan atau dikurangi. Istilah sebuah makanan tape, semakin lama disimpan, maka rasanya semakin enak.
            Sebenarnya banyak sekali penulis di kota Kendari, namun yang menjadi salah satu kendala mengapa penulis tidak menerbitkan bukunya adalah mereka berpikiran bahwa menerbitkan buku itu merupakan sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Tetapi, menerbitkan buku itu tidak terlalu sulit seperti apa yang dibayangkan, namun juga harus mengeluarkan pengorbanan, seprti uang. Arham_Kendari pun juga melakukan hal yang sama, ia juga mengeluarkan uang untuk menerbitkan bukunya. Buku Jakarta Underkompor telah terkenal hingga ke luar negeri, seprti, di Afrika, Malaysia, Amerika, Arab, dan lain sebagainya. Terkenalnya buku Jakarta Underkompor disebabkan karena teman-teman dari Arham sendiri yang kuliah di luar negeri membawa cerita dan memperkenalkan buku tersebut kepada orang-orang di sana.
         Banyak sekali suka duka yang dialami oleh Arham_Kendari dalam menjadi penulis, salah satunya sukanya ialah ia di kenal oleh banyak orang dan memiliki banyak teman. Sedangkan, dukanya ialah ketika ia berbicara serius, orang akan tetap menanggapinya dengan lelucon karena orang sudah memberikan imej lucu kepadanya, hal yang demikian terkadang membuat ia sakit hati. Motifasi yang diberikan oleh Arham_Kendari kepada para peseta pada saat Talk Show yang diadakan di FKIP Universitas Haluoleo tersebut, yaitu, mulailah menulis dan jangan ragu-ragu dalam menulis, jangan menyimpan tulisan untuk diri sendiri atau berbagilah tulisan anda dengan orang lain, bangunkan percaya diri untuk selalu brbagi tulisan dengan orang lain, dan jadilah penulis yang bermartabat dan memakai etika, serta dari berbagai macam karya atau novel orang lain ambillah sisi positifnya. Oleh sebab itu, jika ingin menjadi penulis, mulailah dari hal-hal yang kecil, seperti, menulis sms, menulis di blog atau koment, dan lain sebagainya hingga menjadi sebuah buku.

TINDAK-TUTUR (PRAGMATIK)

Tindak-Tutur
Oleh: Hafidah

            Tindakan yang dihasilkan dengan ujaran ini mengandung tiga tindakan yang berhubungan, yaitu :
1.  Tindak lokusi (locutionary act),
2.  Tindak ilokusi (illocutionary act), dan
3.  Tindak perlokusi (perlocutionary act).

1.  Tindak Lokusi

         Tindak lokusi berkaitan dengan produksi ujaran yang bermakna/ yang menyatakan sesuatu dan bersifat informatif.
Contoh:
a.  Jari tangan manusia jumlahnya sepuluh.
b.  Sapi merupakan hewan yang memamabia.
Kedua kalimat/ informasi  diatas tidak dapat di bantah kebenarannya.

2.  Tindak Ilokusi

           Tindak ilokusi berkaitan dengan intensi atau maksud pembicara yang tidak hanya menyatakan sesuatu, tetapi dapat dipergunakan untuk melakukan sesuatu.
Contoh :
a.  Ada anjing gila.
b.  Ujian sudah dekat.
c.  Rambutmu sudah panjang.

Pada kalimat 1 diatas, “Ada anjing gila” dapat ditemukan didekat pagar-pagar rumah atau di halaman depan rumah. Pernyataan tersebut tidak hanya menginformasikan keberadaan anjing, tetapi juga bermakna hati-hati (bersifat peringatan).

Pada kalimat 2 diatas, “Ujian sudah dekat” jika kepada Guru terhadap muridnya, maka dapat berupa guru menyuruh atau memberitahukan siswa agar mempersiapkan diri dengan baik untuk menghadapi ujian.

Pada kalimat 3 diatas, “Rambutmu sudah panjang” jika seorang Ibu kepada anak laki-lakinya, maka ia akan menyuruh anaknya agar rambutnya segera dipotong.

3.  Tindak Perlokusi

         Tindak perlokusi berkaitan dengan efek pemahaman pendengar terhadap maksud pembicara yang terwujud dalam tindakan.
Contoh :
1.  Rumahku jauh.
2.  Kemarin saya sangat sibuk.
3.  Televisiku 32 inci.

         Secara pragmatik, ketiga contoh diatas bisa memiliki makna ilokusi, dan perlokusi. Pada kalimat 1, tidak dapat diharapkan bekerja secara aktif (bermakna ilokusi), dan ketua panitia organisasi tidak memberikan beban tugas yang terlalu banyak (bermakna perlokusi).

      Pada kalimat 2, tindakan meminta maaf (bermakna ilokusi), serta memaklumi dan memaafkan (bermakna perlokusi).

          Pada kalimat 3, kepada seorang teman/sahabat ingin menyaksikan sepak bola/tinju, bisa jadi sebuah ajakan (bermakna ilokusi), dan menerima ajakan/ menyetujui ajakan (bermakna perlokusi).

Jumat, 25 Mei 2012

PROFESI KEPENDIDIKAN

MENINGKATKAN KUALITAS LAYANAN BELAJAR DENGAN SENTUHAN PENDIDIK YANG PROFESIONAL
Oleh: Hafidah

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
        Istilah profesional pada umumnya adalah orang yang mendapat upah atau gaji dari apa yang dikerjakan, baik dikerjakan secara sempurna maupun tidak (Martinis Yamin, 2007). Dalam konteks ini bahwa yang dimaksud dengan profesional adalah guru. Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai sehingga kinerjanya didasarkan pada keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Wina Sanjaya, 2008).
           Profesionalisme guru adalah kemampuan guru untuk melakukan tugas pokoknya sebagai pendidik dan pengajar, meliputi kemampuan merencanakan, melakukan, dan melaksanakan evaluasi pembelajaran. Pada prinsipnya setiap guru harus disepervisi secara periodik dalam melaksanakan tugasnya. Jika jumlah guru cukup banyak, maka kepala sekolah dapat meminta bantuan wakilnya atau guru senior untuk melakukan supervisi. Keberhasilan kepala sekolah sebagai supervisor antara lain dapat ditunjukan oleh meningkatnya kinerja guru yang ditandai dengan kesadaran dan keterampilan melaksanakan tugas secara bertanggungjawab.
          Kenyataan dilapangan, mutu pendidikan dan tenaga kependidikan masih memprihatinkan. Masyarakat banyak mengkritisi sebagian dari kependidikan dan tenaga kependidikan, khususnya guru mampu melaksanakan pembelajaran secara efektif, bermakna, dan menyenangkan. Kondisi objektif dilapangan menunjukan sebagian guru kadang memahami dan menguasai kurikulum, pelaksana evaluasi hasil belajar, pengembangan bahan ajar, serta keterampilan dalam menggunakan metode dan media pembelajaran. Secara nasional, sebagian besar guru masih kurang sesuai dengan kualifikasi minimal yang ditetapkan.
Program pendidikan dan pelatihan (Diklat) dalam jabatan untuk meningkatkan kualifikasi guru, serta diklat lainnya berskala luas masih memerlukan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana relevansi dan pengaruhnya terhadap peningkatan mutu pendidikan di Indonesia tercinta ini. Oleh karena itu, guru mutlak harus mengetahui kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan dan melaksanakannya sebagaimana aturan yang berlaku. Sebagai contoh, kurikulum berbasis kompetensi dan di ubah menjadi KTSP dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

1.2 Masalah
          Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka masalah dalam makalah ini, yaitu “Meningkatkan kualitas layanan belajar dengan sentuhan pendidik yang profesional”.

1.3 Tujuan
        Tujuan yang akan dicapai dalam makalah ini adalah untuk mendeskripsikan “Peningkatan kualitas layanan belajar dengan sentuhan pendidik yang profesional”.

1.4 Manfaat
          Manfaat yang diharapkan untuk dapat diperoleh dari makalah ini adalah agar kita dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang Peningkatan kualitas layanan belajar dengan sentuhan pendidik yang profesional.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Syarat-syarat Profesi Keguruan
            National Educational Associatiaon (NEA) memberi batasan tentang suatu jabatan atau pekerjaan yang disebut sebagai profesi adalah sebagai berikut:
  1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
  2. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
  3. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama.
  4. Jabatan yang memerlukan latihan jabatan yang berkesinambungan.
  5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
  6. Jabatan yang lebih mementingkan layanan dari pada keuntungan pribadi.
  7. Jabatan yang  mempunyai organisasi profesional yang kuat dan erat.           
            Suryansyah (2004) mengemukakan dua kriteria sehingga guru dianggap sebagai suatu profesi, yakni:
1. Pendidikan Khusus
            Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 39, ayat 2 tentang tenaga kependidikan dinyatakan bahwa “Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil belajar, melakukan bimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat”. Hal tersebut akan semakin kuat apabila kita amati setiap penerimaan guru baru selalu dipersayaratkan adanya latar belakang pendidikan guru dan sertifikat akta mengajar yang berasal dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK-FKIP, STKIP, dan IKIP dahulu).

2. Pengakuan Masyarakat
            Pengakuan sebagian masyarakat terhadap pentingnya guru dijabat oleh yang berasal dari pendidikan guru sudah terasa, tetapi sebagian lainnya masih semi. Akan tetapi, secara yuridis, pengakuan bahwa jabatan guru sebagai jabatan profesi sudah tampak dan berbagai aturan yang  mensyaratkan akta mengajar. Beberapa alasan yang menjadi penyebab belum kuatnya pengakuan masyarakat akan profesi guru, yaitu:
  1. Masyarakat belum mampu melihat dampak dari layanan sebagai hasil kerja guru dalam waktu singkat.
  2. Dikalangan guru sendiri belum mampu menunjukan komitmen dan dedikasi sebagai guru yang menghayati dan mengimplementasikan tuntutan profesi secara optimal. Akibatnya setiap orang yang merasa tahu sesuatu, mengaku mampu menjadi guru.
  3. Rendahnya syarat yang dipenuhi oleh calon guru menyebabkan kualitas guru masih rendah.
  4. Kenyataan yang ditemui sehari-hari, kode etik guru belum terlalu akrab dengan kehidupan guru itu sendiri. Akibatnya banyak guru yang belum kenal dengan kode etik guru.
2.2 Kompetensi Profesi Keguruan
2.2.1 Karakteristik Kompetensi Profesi Guru
           Kompetensi dapat didefinisikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perbuatan secara profesional dalam menjalankan fungsi sebagai guru.
            Kompetensi guru menurut Direktorat Tenaga Teknis dan Pendidikan Guru, yakni antara lain:
  1. Memiliki kepribadian sebagai guru.
  2. Menguasai landasan kependidikan.
  3. Menguasai bahan pelajaran.
  4. Menyusun program pengajaran.
  5. Melaksanakan proses belajar-mengajar.
  6. Melaksanakan proses penilaian pendidikan.
  7. Melaksanakan bimbingan.
  8. Melaksanakan administrasi sekolah.
  9. Menjalin kerja sama dan interaksi dengan guru sejawat dan masyarakat.
  10. Melaksanakan penelitian sederhana.
2.2.2 Aspek-aspek Kompetensi Profesi Guru
           Pada UU Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 dimensi kompetensi yang harus dimiliki oleh profesi guru adalah:
  1. Kompetensi pedagogik.
  2. Kompetensi profesional.
  3. Kompetensi pribadi.
  4. Kompetensi sosial.
2.2.3 Komponen Aspek-aspek Kompetensi Profesi Guru
1) Kompetensi Pedagogik
  1. Kompetensi menyusu rencana pembelajaran.
  2. Kompetensi melaksanakan proses belajar mengajar.
  3. Kompetensi melaksanakan penilaian proses belajar mengajar.
2) Kompetensi Profesional
  1. Guru mampu mengelola program belajar mengajar.
  2. Kemampuan mengelola kelas.
  3. Guru mampu menggunakan media dan sumber pengajaran.
  4. Guru menguasai landasan-landasan kependidikan.
  5. Guru mampu mengelola interaksi belajar mengajar.
  6. Guru mampu menilai prestasi belajar siswa.
  7. Guru mengenal fungsi serta program pelayanan bimbingan dan penyuluhan.
  8. Guru mengenal dan mampu ikut menyelenggarakan administrasi sekolah.
  9. Guru memahami prinsip-prinsip penelitian dan mampu menafsirkan hal-hal penelitian     pendidikan untuk kepentingan pengajaran.
3) Kompetensi Pribadi
  1. Menampilkan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya.
  2. Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seharusnya di anut oleh guru.
  3. Kepribadian, nilai, sikap hidup ditampilkan dalam upaya menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya.
4) Kompetensi Sosial
  1. Guru mampu berperan sebagai pemimpin baik dalam lingkup sekolah maupun di luar sekolah.
  2. Guru bersikap bersahabat dan terampil berkomunikasi dengan siapapun demi tujuan yang baik.
  3. Guru bersedia ikut berperan serta dalam berbagai kegiatan sosial baik dalam lingkup kesejawatannya maupun dalam kehidupan masyarakat pada umumnya.
  4. Guru adalah pribadi yang bermental sehat dan stabil.
  5. Guru tampil secara pantas dan rapi.
  6. Guru mampu berbuat kreatif  dengan penuh perhitungan.

2.3 Syarat-syarat yang Harus Dipenuhi Seorang Guru Profesional
             Secara ideal, syarat seorang yang dapat menjadi guru dapat diklasifikasikan, sebagai berikut:
1. Syarat Pribadi
            Dilihat dari syarat pribadi seseorang dapat menjadi guru apabila memenuhi beberapa kriteria berikut.
  1. Fisik, harus memiliki kesehatan fisik yang baik, dalam arti tidak memiliki cacat yang dapat mengganggunya pada saat melaksanakan tugas sebagai guru.
  2. Psikis, yaitu kesehatan rohani yang optimal dari seorang calon guru. Keseimbangan dan kematangan omosional sangat besar pengarunya terhadap keberhasilan guru dalam melaksanakan tugas, karena guru lebih banyak berinteraksi dengan siswa yang memiliki keberagaman sikap dan perilaku.
  3. Watak, yaitu sikap yang baik terhadap profesi, berdedikasi dan bertanggungjawab terhadap tugasnya.
  4. Mengingat besarnya peranan dan tanggungjawab guru dalam proses pendidikan anak dan penyiapan masa depan bangsa, maka tugas guru harus dilandasi oleh sikap motivasi yang besar dan diwujudkan dalam bentuk penyikapan terhadap tugas secara profesional.
2. Syarat Akademis
             Syarat akademis yaitu sejumlah pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas mengajar dan mendidik. Secara singkat tugas mengajar dapat dikelompokan menjadi tiga aspek berikut ini.
a) Merencanakan pembelajaran, mencakup kemampuan akademik yang berkaitan dengan:
  1. Merumuskan standar kompetensi.
  2. Merumuskan alat evaluasi.
  3. Menentukan materi bahan ajar yang mendukung pencapaian tujuan.
  4. Merumuskan strategi pembelajaran dan menentukan kegiatan pembelajaran, media dan sumber belajar.
  5. Melaksanakan evaluasi formatif dan sumatif.
  6. Melakukan tindakan umpan balik.
b) Melaksanakan pembelajaran yang mencakup pengetahuan dan keterampilan, melaksanakan pembelajaran yang efektif, yang mencakup:
  1. Keterampilan membuka dan menutup pembelajaran.
  2. Memilih dan mengorganisasikan bahan ajar.
  3. Keterampilan memilih dan menggunakan strategi pembelajaran dengan metode, media dan sumber belajar yang tepat.
  4. Melaksanakan pengelolaan kelas dan pendekatan terhadap siswa.
c) Melakukan evaluasi dan tindak lanjut hasil evaluasi pembelajaran yang mencakup pengetahuan dan keterampilan dalam:
  1. Mamilih prosedur dan teknik evaluasi.
  2. Membuat instrumen evaluasi yang baik.
  3. Melakukan evaluasi dan analisis hasilnya.
  4. Melakukan tindak lanjut terhadap hasil evaluasi berupa pembelajaran remedial atau pengayaan/ pendalaman.
           Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi tahun 2002 merumuskan standar kompetensi (kemampuan) yang harus dimiliki oleh seorang guru mencakup empat aspek berikut ini.
1) Penguasaan bidang studi, mencakup dua aspek pokok penguasaan berikut.
  1. Penguasaan substansi disiplin ilmu yang berkaitan dengan substansi dan metodologis dasar keilmuan bidang studi.
  2. Penguasaan kurikulum yang berhubungan dengan pemilihan, penataan, pengemasan, dan representasi materi bidang studi.
2) Pemahaman tentang peserta didik, baik tahap perkembangannya sekarang maupun arah dan tujuan perkembangan selanjutnya.
3)  Penguasaan pembelajaran yang mendidik.
4)  Pengembangan kepribadian dan keprofesionalan.

2.4 Tugas, Fungsi, dan Kinerja Guru yang Profesional
2.4.1 Tugas dan Fungsi Guru
          Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemeran utama. Guru merupakan suatu profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai profesi. Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut, maka guru atau tenaga kependidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 berkewajiban untuk.
  1. Menciptakan suasana pendidikan yang bermakana, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis.
  2. Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan.
  3. Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
            Tilaar (1999) mengemukakan beberapa fungsi guru dalam konteks era globalisasi yang memiliki ciri persaingan yang sangat ketat. Bukan hanya persaingan regional, tetapi juga persaingan nasional dan global. Fungsi tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Guru sebagai agen perubahan.
  2. Guru sebagai seorang pengemban sikap toleran dan saling pengertian.
  3. Guru sebagai pendidik yang profesional.
2.4.2 Tugas Guru
         Para ahli pendidikan, khususnya yang tergabung dalam tim perumus pengembangan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan Abad 21 (SPTK 21) pada tahun 2002, merumuskan beberapa tugas operasional konkret guru profesional sebagai berikut:
  1. Menjabarkan kebijakan dan landasan pendidikan dalam wujud perencanaan pembelajaran di kelas dan di luar kelas.
  2. Mengaplikasikan komponen-komponen pembelajaran sebagai suatu sistem dalam proses pembelajaran.
  3. Melakukan komunikasi dalam komunitas profesi, sosial dan memfasilitasi pembelajaran masyarakat.
  4. Mengelola kelas dengan pendekatan dan prosedur yang tepat dan relevan dengan karakteristik peserta didik.
  5. Meneliti, mengembangkan, berinovasi di bidang pendidikan dan mampu memanfaatkan hasilnya untuk pengembangan profesi.
  6. Melaksanakan fungsinya sebagai pendidik untuk menghasilkan lulusan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika, kesatuan, dan nilai luhur bangsa, masyarakat dan agama.
  7. Melaksanakan fungsi dan program bimbingan dan konseling dan administrasi pendidikan.
  8. Mengembangkan diri dalam wawasan, sikap dan keterampilan profesi.
  9. Memanfaatkan teknologi lingkungan, budaya dan sosial serta lingkungan alam dalam mengembangkan proses pembelajaran.

2.4.3 Modeling Kinerja Mengajar Guru yang Profesional
a. Komitmen Terhadap Siswa
            Seorang guru yang mempunyai komitmen tinggi terhadap siswa dapat diamati dari perilakunya dalam pelaksanaan tugas sehari-hari sebagai berikut:
  1. Membantu dan mendorong siswa untuk merealisasikan potensinya dalam mencapai tujuan belajar, sehingga siswa dapat mewujudkan semua potensi yang ada pada dirinya.
  2. Mendorong semangat siswa-siswanya untuk mau dan mampu melakukan penelitian, memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang ilmu pengetahuan dan teknologi secara mandiri dan atau secara berkelompok.
  3. Mengajar siswa-siswanya dengan tujuan yang tepat serta mempunyai harapan yang tinggi terhadap siswa-siswanya.
  4. Perhatian yang tinggi terhadap siswa yang ditunjukkan dalam bentuk selalu berkomunikasi secara harmonis dengannya untuk melakukan monitoring kemajuan belajar.
  5. Selalu menggalakan keterlibatan siswa dalam belajar.

b. Komitmen Terhadap Profesi
            Komitmen terhadap profesi mencakup kegiatan yang berkaitan dengan kualitas dan kuantitas layanan yang diberikan kepada siswa-siswanya. Dalam hal ini ada beberapa indikator yang dapat dilihat untuk mengetahui sejauh mana kualitas dan kuantitas layanan guru, guru mempunyai komitmen terhadap profesi, yaitu:
  1. Sedikit waktu terbuang dalam memulai dan mengakhiri kegiatan pembelajaran.
  2. Ketepatan menyeleksi (memilih) materi dan metode yang cocok, dengan mempertimbangkan beberapa hal, seperti standar kompetensi, kompetensi dasar, tujuan, siswa, dan sebagainya.
  3. Selalu berusaha mengembangkan wawasan pengetahuan dan peningkatan kemampuan dan profesinya secara kontinu.
  4. Melakukan evaluasi belajar secara tepat dalam arti teknik dan prosedur yang dilakukan.
  5. Selalu berusaha mengidentifikasi dan menganalisis masalah yang dihadapi siswa dalam belajar dan pembelajaran serta berusaha mencari alternatif pemecahannya.
              Seorang guru dapat dikatakan memiliki komitmen yang baik dalam profesinya sebagai guru, apabila memiliki sikap berikut ini.
  1. Disiplin dalam menggunakan waktu mengajar, datang dan pulang.
  2. Disiplin, energik, dan antusias dalam melaksanakan tugas yang diemban.
  3. Disiplin dalam meningkatkan pertumbuhan profesinya (professional growth), dalam arti selalu dan akan terus berusaha meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam melaksanakan tugas.
  4. Perhatian yang tinggi terhadap siswa, yang ditunjukkan dalam bentuk berkomunikasi secara intensif, membantu dalam belajar, mendorong dan menggalakan keterlibatan siswa dalam belajar.
2.5 Organisasi Guru dan Kode Etik Guru Indonesia
2.5.1 Kode Etik Guru
                 Adapun kode etik jabatan guru adalah sebagai berikut:
  1. Guru sebagai manusia pancasilais hendaknya senantiasa menjunjung tinggi dan mewujudkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
  2. Guru selaku pendidik hendaknya bertekad menciptakan anak-anak dan jabatannya serta selalu menjadikan dirinya suri teladan bagi anak didiknya.
  3. Setiap guru berkewajiban menyelaraskan pengetahuan dan meningkatkan kecakapan profesinya dengan perkembangan ilmu pengetahuan tersebut.
  4. Setiap guru diharapkan selalu memperhitungkan masyarakat sekitarnya sebab pada hakikatnya pendidikan itu merupakan tugas pembangunan dan tugas kemanusiaan.
  5. Setiap guru berkewajiban meningkatkan kesehatan dan keselarasan jasmaninya, sehingga berwujud penampilan pribadi yang sebaik-baiknya, agar dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
  6. Didalam hal berpakaian dan berhias, seorang guru hendaknya memperhatikan norma-norma estetika dan sopan santun.
  7. Guru hendaknya bersikap terbuka dan demokratis dalam hubungan dengan atasan dan sanggup menempatkan dirinya sesuai dengan hierarki kepegawaian.
  8. Jalinan hubungan antara seorang guru dengan atasannya hendaknya selalu diarahkan untuk meningkatkan mutu dan pelayanan pendidikan yang menjadi tanggungjawab bersama.
  9. Setiap guru berkewajiban untuk selalu memelihara semangat korps dan meningkatkan rasa kekeluargaan dengan sesama guru dan pegawai lainnya.
  10. Setiap guru hendaknya bersikap toleran dalam menyelenggarakan setiap persoalan yang timbul atas dasar musyawarah dan mufakat demi kepentingan bersama.
  11. Setiap guru dalam pergaulan dengan murid-muridnya tidak dibenarkan mengaitkan persoalan politik dan ideologi yang dianutnya baik secara langsung maupun tidak langsung.
  12. Setiap guru hendaknya mengadakan hubungan yang baik dengan instansi, organisasi atau perseorangan dalam mensukseskan kerjanya.
  13. Setiap guru berkewajiban untuk berpartisipasi dalam melaksanakan program dan kegiatan sekolah.
  14. Setiap guru berkewajiban memakai peraturan-peraturan dan menekankan adat-istiadat setempat secara fleksibel.
2.5.2 Kode Etik Guru Republik Indonesia
            Guru Republik Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut: a) berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila; b) memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional; c) berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan; d) menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses pembelajaran; e) memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggungjawab bersama terhadap pendidikan; f) secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya; g) memelihara hubungan profesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial; h) memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan, pendidikan dan pengabdian ; dan i) melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.

2.5.3 Organisasi Profesi
a. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
           Organisasi profesi guru ini didirikan pada tanggal 25 November 1945 melalui Kongres Guru Indonesia di Surakarta. Sifat organisasi ini sebagai organisasi perjuangan dan organisasi profesi yang berasas Pancasila dengan tujuan:
  1. Mempertahankan, mengamankan, dan mengamalkan Pancasila dan UUD 1945.
  2. Mewujudkan cita-cita proklamasi Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana terkandung dalam pembukaan UUD 1945.
  3. Turut berperan aktif menyukseskan pembangunan nasional khusunya bidang pendidikan dan kebudayaan dengan jalan memberikan pemikiran dan penunjang pelaksanaan program yang menjadi garis kebijaksanaan pemerintah.
  4. Mempertinggi kesadaran, sikap, dan mutu kemampuan profesi guru serta meningkatkan kesejahteraan anggota PGRI.
b. Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)
          Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia didirikan pada tanggal 17 Mei 1960 dan berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia. ISPI merupakan organisasi yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Organisasi ini bersifat profesional dan ilmiah dalam bidang kependidikan Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia ini bertujuan untuk:
  1. Menghimpun para sarjana pendidikan dari berbagai spesialisasi di seluruh indonesia.
  2. Meningkatkan sikap dan kemampuan profesional para anggota.
  3. Membina serta mengembangkan ilmu, seni, dan teknologi pendidikan dalam rangka membantu pemerintah menyukseskan pembangunan bangsa dan negara.
  4. Mengembangkan dan menyebarkan gagasan-gagasan baru dalam bidang ilmu, seni, dan teknologi pendidikan.
  5. Melindungi dan memperjuangkan kepentingan profesional para anggotanya.
  6. Meningkatkan komunikasi para anggota dan berbagai spesialisasi pendidikan.
  7. Menyelenggarakan komunikasi antar organisasi-organisasi profesi.
            Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia antara lain melakukan uasaha-usaha berikut ini.
  1. Menyelenggarakan pertemuan ilmiah dan penelitian mengenai ilmu dan seni serta teknologi.
  2. Mengadakan kerja sama yang saling menguntungkan dengan lembaga-lembaga pemerintah dan swasta serta organisasi profesi baik di dalam maupun di luar negeri.
  3. Menertibkan media komunikasi ilmu, seni, dan teknologi pendidikan.
  4. Melindungi kepentingan profesional para anggota dan mengembangkan profesi pendidikan.
  5. Melindungi masyarakat dan praktik profesi kependidikan yang merugikan.

BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
             National Educational Associatiaon (NEA) memberi batasan tentang suatu jabatan atau pekerjaan yang disebut sebagai profesi. Suryansyah (2004) mengemukakan dua kriteria sehingga guru dianggap sebagai suatu profesi, yakni pendidikan khusus dan pengakuan masyarakat. Kompetensi dapat didefinisikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Pada UU Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005, dimensi kompetensi yang harus dimiliki oleh profesi guru adalah kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi pribadi, dan kompetensi sosial. Secara ideal, syarat seorang yang dapat menjadi guru dapat diklasifikasikan dengan syarat pribadi dan syarat akademis. Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemeran utama. Tilaar (1999) mengemukakan beberapa fungsi guru dalam konteks era globalisasi yang memiliki ciri persaingan yang sangat ketat. Bukan hanya persaingan regional, tetapi juga persaingan nasional dan global. Guru juga memiliki kode etik yang harus dipatuhi, baik kode etik jabatan guru, maupun kode etik guru Republik Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA


B3PPTKSM. Profesi Kependidikan. Jakarta: depdikbud.

http://blogspot. Com/ 2010/ tantangan-profesi-keguruan.pdf.

http://www.alfurqon.or.id/ component/ content/ article/ 64-guru/ 343-profesionalisme-guru.

Pusat Data dan Informasi Pendidikan, Balitbang Depdiknas. Rancangan Undang-undang tentang Guru. http:// WWW.Depdiknas.or.id. (Revisi 06 April 2005).

Rochman N. 1989. Meningkatkan Kualitas Profesional Guru SD melalui Pemantapan Lembaga Pendidikannya. Makalah Seminar. Bandung: PGRI.

Satori, Djaman, dkk. 2008. Profesi Keguruan. Jakarta: UT.



BAHASA CIACIA

BAHASA CIACIA
Oleh: Hafidah

             Bahasa Ciacia merupakan salah satu bahasa daerah yang terdapat di Kabupaten Buton, Kota Baubau. Juga terdapat pada Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara. Penutur bahasa Ciacia tersebar di enam kecamatan di Kabupaten Buton, yaitu dikecamatan Pasarwajo, Kecamatan Sampolawa, Kecamatan Batauga, Kecamatan Batu Atas, Kecamatan Lasalimu, dan satu kecamatan di Kota Baubau, yaitu Kecamatan Sorawolio, serta satu kecamatan di Kabupaten Wakatobi, yaitu Kecamatan Binongko (Hamzah, 2007: 1-2). Penamaan bahasa Ciacia muncul sekitar tahun 1960-an yang diprakarsai oleh seorang tokoh masyarakat yang bernama Hamzah La Jura, B. A. Istilah ini didasarkan pada fakta bahwa semua dialek bahasa daerah yang termaksud ke dalam wilayah pemakaian Ciacia mempunyai kata yang sama, yaitu cia ‘tidak’ (Abdullah, 1991: 7). Istilah Ciacia yang menunjukan bahwa hanyalah sebuah nama, sebab kalau istilah Cia-cia berarti tidak-tidak.

UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK DRAMA

UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK DRAMA
Oleh: Hafidah

1.    Pengertian Drama
            Drama merupakan karya sastra yang di tulis dalam bentuk percakapan atau dialog yang dipertunjukkan oleh tokoh di atas pentas di hadapan para penonton. Drama adalah karya sastra yang bertujuan untuk menggambarkan kehidupan dengan menyampaikan pertikaian dan emosi melalui lakuan dan dialog. Drama memiliki beberapa ciri, diantaranya:
  1. Berbentuk dialog
  2. Ada pelakunya
  3. Untuk dipentaskan
  4. Ada penontonnya
2.    Unsur Intrinsik Drama
1.    Tema
           Tema adalah ide dasar atau pijakan pokok penggambaran cerita. Tema drama yang baik harus berdasarkan pengalaman yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dipahami benar oleh penulis dan mudah diterima oleh pembaca naskah drama atau penonton pertunjukan drama. Tema dikembangkan melalui alur dramatik dalam plot melalui tokoh-tokohnya. Tema digali oleh pengarang melalui renungan mendalam atas pengalaman jiwanya, kemudian dituangkan dalam dialog-dialog yang tepat dan kuat. . Tema drama misalnya tentang kehidupan, persahabatan, kesedihan, kemiskinan, dan lain sebagainya.

2. Tokoh dan Penokohan
             Tokoh dalam drama adalah pemegang peran dalam drama. Tokoh-tokoh drama disertai penjelasan mengenai nama, umur, jenis kelamin, ciri-ciri fisik, jabatan, dan keadaan kejiwaannya. Sesuai perannya dalam jalan cerita, tokoh drama dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Tokoh Utama (Protagonis)
       Tokoh utama (protagonis) yaitu tokoh yang memiliki kehendak tertentu dalam cerita. Biasanya kehendak yang baik atau kabijakan. Oleh sebab itu, tokoh ini disebut sebagai tokoh karakter baik.

2. Tokoh Penentang (Antagonis)
          Tokoh penentang (antagonis) yaitu tokoh yang menentang kehendak tokoh utama. Tokoh ini sering disebut sebagai tokoh berkarakter jahat.

3. Tokoh Penengah (Tritagonis)
           Tokoh penengah (tritagonis) yaitu tokoh yang perannya menengahi pertikaian antara tokoh utama dan tokoh penentang.

           Ada tiga jenis tokoh bila dilihat dari sisi keterlibatannya dalam menggerakan alur, yaitu:
  1. Tokoh sentral merupakan tokoh yang amat potensial menggerakan alur. Tokoh sentral merupakan pusat cerita, penyebab munculnya konflik.
  2. Tokoh bawahan merupakan tokoh yang tidak begitu besar pengaruhnya terhadap prkembangan alur, walaupun ia terlibat juga dalam pengembangan alur itu.
  3. Tokoh latar merupakan tokoh yang sama sekali tidak berpengaruh terhadap pengembangan alur. Kehadirannya hanyalah sebagai pelengkap latar, berfungsi menghidupkan latar.
              Secara keseluruhan tokoh terdiri atas sepuluh ragam, yaitu
1.    Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam cerita, tokoh dibagi menjadi:
  1. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam cerita yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun dikenai kejadian.
  2. Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya muncul sedikit dalam cerita atau tidak dipentingkan dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung dan hanya tampil menjadi latar belakang cerita.
2. Jika dilihat dari fungsi penampilan tokoh, dapat dibedakan menjadi:
  1. Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya disebut hero. Ia merupakan tokoh yang taat norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita (Altenbernd & Lewis dalam Nurgiantoro 2004: 178). Identifikasi tokoh yang demikian merupakan empati dari pembaca.
  2. Tokoh antagonis adalah tokoh yang menyebabkan konflik atau sering disebut sebagai tokoh jahat. Tokoh ini juga mungkin diberi simpati oleh pembaca jika dipandang dari kaca mata si penjahat itu, sehingga memperoleh banyak kesempatan untuk menyampaikan visinya, walaupun secara vaktual dibenci oleh masyarakat.
3. Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan menjadi:
  1. Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu atau sifat watak yang tertentu saja, bersifat datar dan monoton.
  2. Tokoh bulat adalah tokoh yang menunjukkan berbagai segi baik buruknya, kelebihan dan kelemahannya. Jadi, ada perkembangan yang terjadi pada tokoh ini.
4. Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh-tokoh cerita, tokoh dibedakan menjadi:
  1. Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan    atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi (Altenbernd & Lewis, dalam buku Teori Pengkajian Fiksi 1994: 188).
  2. Tokoh berkembang adalah tokoh yang cenderung akan menjadi tokoh yang kompleks. Hal itu disebabkan adanya berbagai perubahan dan perkembangan sikap, watak dan tingkah lakunya itu dimungkinkan sekali dapat terungkapkannya berbagi sisi kejiwaannya.
5. Bedasarkan kemungkinan pencerminan tokoh cerita terhadap sekelompok manusia dalam kehidupan nyata, tokoh cerita dapat dibedakan menjadi:
  1. Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya, dan lebih ditonjolkan kualitas kebangsaannya atau pekerjaannya Altenbernd & Lewis (dalam Nurgiantoro 2002: 190) atau sesuatu yang lain yang bersifat mewakili.
  2. Tokoh netral adalah tokoh yang bereksistensi dalam cerita itu sendiri. Ia merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi.
           Penokohan adalah pemilihan nama tokoh, watak, dan peran yang ditampilkan. Penokohan harus sesuai dengan tema, amanat, latar penceritaan agar tidak terkesan janggal. Sebagai proyeksi realita, penokohan dan perwatakan hendaklah wajar dan alamiah. Watak tokoh dapat dibaca melalui gerak-gerik, suara, jenis kalimat, dan ungkapan yang digunakan. Juga dapat dilihat pada dialog, tingkah laku, cara berpakaian, jalan pikiran, atau ketika tokoh itu berhubungan dengan tokoh-tokoh lainnya.


3. Dialog
            Dialog adalah percakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam drama. Dialog dapat melancarkan cerita atau lakon dan mencerminkan pikiran tokoh cerita. Dialog berfungsi menghubungkan tokoh yang satu dengan tokoh yang lain dan berfungsi dalam menggerakan cerita dan melihat watak atau kepribadian tokoh cerita tersebut. Dialog dapat disebut sebagai nyawa cerita dan dialog yang terlalu panjang, tidak jelas, tanpa ekspresi, hafalan dan kata-katanya kurang berisi, jelas akan merusak drama. Kekuatan kata, vokal, dan ekspresi sangat penting. Oleh sebab itu, dialog dalam drama harus memenuhi dua tuntutan penting, yaitu dialog harus turut menunjang gerak laku tokohnya, dan dialog yang diucapkan di atas pentas lebih tajam dan tertib daripada ujaran sehari-hari.
Selain dialog, dalam drama juga dikenal istilah monolog (adegan sandiwara dengan pelaku tunggal yang membawakan percakapan seorang diri; pembicaraan yang dilakukan dengan diri sendiri), prolog (pembukaan atau pengantar naskah yang berisi keterangan atau pendapat pengarang tentang cerita yang akan disajikan), dan epilog (bagian penutup pada karya sastra yang fungsinya menyampaikan intisari atau kesimpulan pengarang mengenai cerita yang disajikan).

4. Plot/alur
            Plot/alur adalah rangkaian peristiwa dalam konflik yang dijalin dengan saksama dan menggerakan jalan cerita. Sebuah alur cerita juga harus menggambarkan jalannya cerita dari awal (pengenalan) sampai akhir (penyelesaian). Alur cerita terjalin dari rangkaian ketiga unsur, yaitu dialog, petunjuk laku, dan latar/setting. Jalan cerita lebih menarik apabila tidak bisa ditebak sebelumnya oleh pembaca atau penonton, sehingga mereka mengikutinya sampai selesai.
Dalam alur terdapat bagian terpenting, yaitu klimaks atau puncak ketegangan konflik. Klimaks harus tajam, agar misi drama tercapai. Drama yang datar tidak menarik. Adapun bagian-bagian plot (unsur pembentuk alur) drama sebagai berikut:
  1. Eksposisi (pelukisan awal), yaitu bagian cerita yang bertujuan memperkenalkan cerita, tokoh, dan latar drama agar penonton memperoleh gambaran drama yang ditontonnya.
  2. Konflik, yaitu keadaan di mana tokoh terlibat dalam suatu pokok permasalahan. Pada bagian inilah awal mula terjadinya insiden pertikaian.
  3. Komplikasi (pertikaian), yaitu bagian cerita yang mengisahkan persoalan baru sebagai akibat konflik antartokoh.
  4. Klimaks (puncak ketegangan), yaitu peristiwa puncak atau puncak konflik.
  5. peleraian, yaitu tahap peristiwa-peristiwa yang terjadi menunjukan perkembangan lakuan kearah selesaian.
  6. Penyelesaian (happy ending/akhir bahagia, sad ending/ akhir sedih), yaitu tahap akhir suatu cerita.
                Ada dua penyelesaian dalam alur cerita yaitu terbuka dan tertutup. Selesaian terbuka diserahkan kepada penonton. Dan selesaian tertutup adalah selesaian yang diberikan oleh pengarang/sastrawan.  Dilihat dari urutan peristiwanya alur dibagi menjadi tiga bagian, yaitu alur maju (progresif), alur mundur (regresif), dan alur gabungan/campuran (progresif-regresif). Namun, dalam alur sebuah naskah drama bukan permasalahan maju-mundurnya sebuah ceita seperti yang dimaksudkan dalam karangan prosa, tetapi alur yang membimbing cerita dari awal hingga tuntas. Jadi, sudah pasti alur dalam drama itu adalah alur maju. Dalam alur, juga dikenal istilah sekuen. Sekuen yaitu ringkasan yang di buat pada bagian cerita. Hal ini dapat terjadi pada saat ada perubahan, seperti perubahan waktu, perubahan tempat, perubahan cerita, dan lain sebagainya.
5. Latar/setting
       Latar/setting adalah keterangan atau gambaran tentang tempat/ruang, waktu, dan suasana berlangsungnya peristiwa dalam drama. Latar drama sesuai dengan jalan cerita dan dipilih yang mudah dipentaskan agar tetap sepeti latar aslinya. Latar memberikan pijakan cerita dan kesan realistis kepada pembaca untuk menciptakan suasana tertentu, yang seolah-olah sungguh ada dan terjadi (Nurgiyantoro, 1995:17). Kualitas latar drama perlu didukung oleh benda-benda atau perabot dan bahasa yang digunakan.

6. Petunjuk Laku
         Petunjuk laku atau catatan pinggir berisi penjelasan kepada pembaca atau para pendukung pementasan mengenai keadaan, suasana, peristiwa, atau perbuatan, tokoh, dan unsur-unsur cerita lainnya. Petunjuk laku sangat diperlukan dalam naskah drama. Petunjuk laku berisi petunjuk teknis tentang tokoh, waktu, suasana, pentas, suara, keluar masuknya aktor atau aktris, keras lemahnya dialog, dan sebagainya. Petunjuk laku ini biasanya ditulis dengan menggunakan huruf yang dicetak miring atau huruf besar semua. Di dalam dialog, petunjuk laku ditulis dengan cara diberi tanda kurung di depan dan di belakang kata atau kalimat yang menjadi petunjuk laku.

7. Amanat
        Amanat/pesan adalah ajaran moral/pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca/penonton melalui karyanya. Amanat merupakan nilai implisit dalam cerita yang harus di cari penonton. Amanat dalam drama bisa diungkapkan secara langsung (tersurat) dan bisa juga tidak langsung atau memerlukan pemahaman lebih lanjut (tersirat).  Drama yang baik hendaknya mengandung pesan kemanusiaan, sehingga mampu mengembalikan manusia kepada sifat-sifat kebaikannya.

3. Unsur Ekstrinsik Drama
            Menurut  Tjahyono (1985), unsur ekstrinsik karya sastra adalah hal-hal yang berada di luar struktur karya sastra, namun amat mempengaruhi karya sastra tersebut. Unsur ekstrinsik pada karya sastra merupakan wujud murni pesan yang ingin disampaikan pengarang pada pembaca. Adapun unsur ekstrinsik dalam drama terdiri atas empat bagian, yaitu:

1) Nilai Sosial-budaya
          Nilai sosial-budaya adalah nilai yang berkaitan dengan norma yang ada di dalam masyarakat. Nilai sosial-budaya ini berhubungan dengan nilai peradaban kita sebagai manusia. Karena budaya mempunyai makna pikiran, akal budi, adat istiadat, sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar di ubah, dan sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang/ beradab/ maju, maka nilai-nilainya pun berkembang sesuai dengan masalah-masalah yang terjadi pada manusia.

2) Nilai Moral
            Nilai moral adalah nilai yang berkaitan dengan akhlak atau budi pekerti/susila atau baik buruk tingkah laku.

3) Nilai Agama/religius
                  Nilai agama/religius adalah nilai yang berkaitan dengan tuntutan beragama.

4) Nilai Ekonomi
                  Nilai ekonomi adalah nilai yang berkaitan dengan perekonomian.


CONTOH ANALISIS DRAMA
"SEPASANG MERPATI TUA"
KARYA: BAKTI SOEMANTO

Para pelaku:
1.    Nenek
2.    Kakek
Panggung menggambarkan sebuah ruangan tengah rumah sepasang orang tua. Di atas sebelah kiri ada meja makan kecil dengan dua buah kursi. Di atas meja ada teko, sepasang cangkir, dan stoples berisi panganan. Agak tengah ruangan itu terdapat sofa, lusuh warna gairahnya. Di belakang terdapat pintu dan jendela.
Waktu drama ini dimulai, Nenek duduk sambil menyulam. Sebentar-sebentar ia menengok ke belakang, kalau-kalau suaminya datang. Saat itu hari menjelang malam.
1.    Nenek    : (Bicara sendiri). Ah, dasar! Kayak nggak ingat sudah pikun. Pekerjaannya tidak    ada lain selain bersolek. Dikiranya masih ada gadis-gadis yang suka memandang. Hmmm…(Mengambil cangkir, lalu meminumnya)
2.    Kakek    : (Masuk). Bagaimana kalau aku pakai kopiah seperti ini, Bu?
3.    Nenek    : Astaga! Tuan rumah mau pesiar ke mana menjelang malam begini?
4.    Kakek    : Tidak ke mana-mana. Cuma mau duduk-duduk saja, sambil baca Koran.
5.    Nenek    : Mengapa membaca koran mesti pakai kopiah segala?
6.    Kakek    : Agar komplit, Bu
7.    Nenek    : yaaah. Waktu dulu kau jadi juru tulis, empat puluh tahun lampau. Tapi sekarang,        kopiah hanya bernilai tambah penghangat belaka.
8.    Kakek    : (Berjalan menuju ke meja, mengambil Koran, lalu pergi ke sofa, membuka lembarannya)
9.    Nenek    : Mengapa tidak duduk di sini?
10.    Kakek    : Sebentar.
11.    Nenek    : Ada berita rahasia
12.    Kakek    : Rahasia?
13.    Nenek    : Habis kau baca Koran kenapa menyendiri?
14.    Kakek    : Malu.
15.    Nenek    : Malu? Kau aneh. Malu pada siapa?
16.    Kakek    : Dilihat banyak orang tuuuh. (Menunjuk penonton). Sudah tua kenapa pacaran terus….
17.    Nenek    : (Berdiri menghampiri Kakek, lalu duduk disebelahnya, lalu menyandarkan kepalanya ke bahu Kakek sebelah kiri).
18.    Kakek    : Gila. Malah demonstrasi.
19.    Nenek    : Sekali waktu memang perlu.
20.    Kakek    : Ya, tapi kan bukan untuk saat ini?
21.    Nenek    : Kukira justru!
22.    Kakek    : Duilah apa-apaan ini.
23.    Nenek    : Agar orang tetap tahu, aku milikmu.
24.    Kakek    : Siapa mengira kita sudah cerai?
25.    Nenek    : Ah, wanita. Bagaimanapun sudah tua, aku tetap wanita. (Berdiri, pergi ke kursi dan duduk). Dunia wanita yang hidup dalam angan-angan, takut kehilangan, tapi menuntut kenyataan-kenyataan.
26.    Kakek    : Bagus!
27.    Nenek    : apa maksudmu?
28.    Kakek    : Tindakan terpuji, itu namanya.
29.    Nenek    : He, apa sih maksudmu, pak?
30.    Kakek    : Mengaku dosa di depan orang banyak!
31.    Nenek    : Hu…hu…hu… (Menangis)
32.    Kakek    : He, ada apa kau, Bu? Ada apa? Digigit nyamuk rupanya?
33.    Nenek    : Kau memperolok-olok aku di depan orang banyak begini. Siapa aku ini? Istrimu bukan? Kalau aku dapat malu, kan kau juga ikut dapat malu toh. Hu…hu…hu…
34.    Kakek    : Bukan maksudku memperolok-olok kau, Bu. Aku justru memuji tindakanmu yang berani.
35.    Nenek    : (Tiba-tiba berhenti menangis). Berani? Aku pemberani?
36.    Kakek    : Ya, kau pantas disejajarkan dengan ibu kita Kartini.
37.    Nenek    : Ibu Tin?
38.    Kakek    : Bukan, bukan bu tin, Ibu kita Kartini.
39.    Nenek    : Tetapi, kan ibu kita Kartini juga bisa kita sebut Bu Tin, kan. Apa salahnya?
40.    Kakek    : Hush, diam! Ingat ini di depan orang banyak. Maka jangan main semberono dengan sebutan-sebutan yang multi interpretable….
41.    Nenek    : Ah, laga profesormu kumat lagi, pak?
42.    Kakek    : Yaaa, aku dulu memang punya cita-cita jadi professor.
43.    Nenek    : Dan kandas.
44.    Kakek    : Belum. O, malah sudah berhasil. Cuma tunggu pengakuan.
45.    Nenek    : Siapa yang akan mengakui keprofesoranmu? Kau tidak mengajar di perguruan tinggi maupun di dunia ini.
46.    Kakek    : Secara formal memang tidak. Secara material ia.
47.    Nenek    : Hah, bagaimana mungkin?
48.    Kakek    : Kau lihat, banyak mahasiswa yang dating kemari, bukan? Tidak hanya itu, malahan para guru besar pada datang ke mari. Mereka mengajak diskusi aku, segala macam soal. Dari soal-soal tata pemerintahan sampai bagaimana mengatasi kesepian.
49.    Nenek    : Bukankah itu Cuma omong-omong, mengapa mesti dikatakan diskusi?
50.    Kakek    : Siapa bilang orang memberi kuliah di depan kelas tidak pake omong, he…?
51.    Nenek    : Mestinya kau tidak usah jadi professor saja, Pak. Jadi diplomat ulung saja
52.    Kakek    : Aku kurang senang jadi diplomat.
53.    Nenek    : Tapi kau lebih terkemuka, lebih ternama, lebih terkenal.
54.    Kakek    : Diplomat terlalu banyak menipu hati nuraninya sendiri. (Nenek termenung tiba tiba)
55.    Kakek    : Ada apa kau? Kau tidak senang aku jadi professor. Kau kepingin aku jadi diplomat? Baik. Aku akan jadi diplomat demi keelamatan perkawinan kita.
56.    Kakek    : Aku akan segera jadi diplomat sekarang juga. Di mana posku? Negara-negara Barat? Timur? Asia? Atau PBB…?
57.    Nenek    : Ya, PBB saja….
58.    Kakek    : Tapi… (Lalu duduk di sofa termenung)
59.    Nenek    : Itu lebih terhormat di PBB. Siapa tahu kau akan dipilih jadi ketua sidang, lantas kelak jadi sekretaris jenderal… (Kakek geleng kepala)
60.    Nenek    : Kurang besar kedudukan itu. Atau diplomat surgawi saja? (Kakek memandang nenek)
61.    Nenek    : Tapi itu lebih sukar, sebab Tuhan susah diajak berdebat. Tuhan Cuma diam saja. Orang hanya mengerti apa mau Tuhan kalau sudah terlaksana. Sedang rencana-rencana selanjutnya. Masih gelap bukan? Bagaimana kau mengajukan argumentasi-argumentasimu jika mau ajak Tuhan berdiskusi? (Kakek geleng kepala)
62.    Nenek    : Nah, paling terhormat jadilah diplomat wakil republik kita tercinta di PBB… (Kakek geleng kepala)
63.    Nenek    : Aku sungguh tidak mengerti cita-citamu, Pak.
64.    Kakek    : Aku ingin jadi diplomat yang diberi pos di kolong jembatan saja….
65.    Nenek    : Ah, gila. Itu pekerjaan gila.
66.    Kakek    : Banyak diplomat yang dikirim ke pos-pos maupun di dunia ini. Tapi pemerintah belum punya wakil untuk bicara-bicara dengan mereka yang ada di kolong jembatan, bukan? Ini tidak adil. Maka aku menyatakan diri. Maka aku menyediakan diri untuk mewakili pemerintahan ini sebagai diplomat kolong jembatan.
67.    Nenek    :  Tapi kau akan terhina
68.    Kakek    : Selama kedudukan adalah diplomat, dimanapun ditempatkan sama saja terhinanya, sama saja mulianya.
69.    Nenek    : Aku tidak rela kalau kau ditempatkan di pos terhina itu.
70.    Kakek    : Kau balum tahu, justru paling mulia di antara pos-pos dimanapun juga.
71.    Nenek    : Kau sudah tidak waras.
72.    Kakek    : Seorang diplomat pada hakikatnya adalah seorang yang pandai ngomong. Pandai meyakinkan orang, pandai membujuk. Orang-orang di kolong jembatan itu perlu di bujuk agar hidup baik-baik. Berusaha mencari pekerjaan yang layak dan timbul kepercayaan diri-sendiri. Tidak sekedar di halau, di usir, kalau malau ada orang gede lewat saja. Jadi untuk mengatasi tindakan-tindakan kasar ini, perlu ada wakil yang bisa membujuk….
73.    Nenek    : Ah... bagaimana, nanti kalau aku arisan dan ditanya teman-teman. Bagaimana jawabku, Pak. Coba bayangkan, bayangkan….
74.    Kakek    : Istriku, aku mengerti, bagaimana kau akan turun gengsi nanti. Tapi kau tidak usah khawatir, kalau kau datang arisan yang lima ribuan, dan kau ditanya orang-orang apa pekerjaanku jawab saja diplomat, titik. Kolong jembatannya tidak usah disebut. Kalau kau dating ke arisan yang seratusan, saya kira tak ada salahnya kalau kau ngomong diplomat kolong jembatan…
75.    Nenek    : Tapi kalau teman-teman arisan lima ribuan tanya, di mana posnya?
76.    Kakek    : Ah… (memegangi kepalanya). Begini, diplomat bagian sosial… hebat toh?
77.    Nenek    : Masak ada diplomat sosial?
78.    Kakek    : Kau ini bagaimana, diplomat itu serba mungkin asal kau pintar main lidah,    beres. Coba, kau kan tahu ada diplomat pimpong, ada diplomasi SPP, diplomasi macam-macam saja ada.
79.    Nenek    : Ah, susah aku tak ingin kau jadi diploamat, Pak.
80.    Kakek    : Tapi, aku sudah terlanjur cinta dengan pekerjaan itu.
                          (Nenek termenung)
81.    Kakek    : (Memandang Nenek). Susah…
82.    Nenek    : Siapa?
83.    Kakek    : Kita semua
84.    Nenek    : Termasuk para penonton itu?
85.    Kakek    : Ya.
86.    Nenek    : Kenapa?
87.    Kakek    : Karena kita hidup
88.    Nenek    : Mengapa begitu?
89.    Kakek    : Orang hidup punya beban sendiri. (pergi mengambil teko, menuang kopi, lalu         meminumnya)
(Nenek memandang tindakan-tindakan sang suami. Kakek membuka stoples lalu memakan makanannya)
90.    Nenek    : Seorang diplomat harus tahu aturan.
91.    Kakek    : Apa maksudmu?
92.    Nenek    : Makan tidak boleh sambil berdiri. Ini adalah adat Timur.
93.    Kakek    : Sudah nyopot dari pekerjaan.
94.    Nenek    : Mau pindah pekerjaan?
95.    Kakek    : Ya.
96.    Nenek    : Apa?
97.    Kakek    : Teknokrat.
98.    Nenek    : Gila.
99.    Kakek    : Aku mau jadi teknokrat dalam bidang….
100.    Nenek    : Ekonomi?
101.    Kakek    : Bukan.
102.    Nenek    : Politik?
103.    Kakek    : Bukan.
104.    Nenek    : Militer?
105.    Kakek     : Bukan.
106.    Nenek    : Lalu apa?
107.    Kakek    : Bidang persampahan.
108.    Nenek    : Apa?
109.    Kakek    : Bidang sampah-sampah! Ini perlu sekali, salah satu sebab adanya banjir di kota ini, karena orang-orang kurang tahu artinya selokan-selokan itu. Kau lihat di jalan-jalan yang sering tergenang air itu. Coba selokan itu kita keduk, sampahnya luar biasa banyaknya… (Nenek termenung)
110.    Kakek    : Kau tidak senang?
111.    Nenek    : Mengapa kita berpikir yang bukan-bukan?
112.    Kakek    : Karena kita tak lagi sanggup melihat kenyataan-kenyataan.
113.    Nenek    : Mengapa?
114.    Kakek    : Kenyataan yang kita lihat, adalah tipuan belaka adanya.
115.    Kakek    : Hidup kita diwarnai dengan cara berpikir yang sadis. 
116.    Nenek    : Ah, makin pusing mendengarkan bicaramu
117.    Kakek    : Kita berpikir karena kita mengerti. Tapi karena berpikir perlu sistem, sistem membelenggu kita. Kita jadi tolol. Saya lagu-lagu. Saya rindu puisi-puisi. Orang-orang zaman ini tidak mengerti puisi-puisi. Kita sudah jadi robot semua. Berjalan dengan satu disiplin mati. Dengan teori yang tidak kita pahami sendiri…keutuhan manusia sudah dikerdilkan. Hubungan seks tinggal bernilai nafsu. Kesenian diukur filsafat seketika, atau kesenian sudah dikonsepkan. Juga hidup kita didoktrinkan… ini tidak bisa.  Akibatnya, kita tenggelam pada ukuran-ukuran mini. Kita rindu Sofokles, Aristoteles, Albesepkan. Juga hidup kita didoktrinkan… ini tidak bisa.  Akibatnya, kita tenggelam pada ukuran-ukuran mini. Kita rindu Sofokles, Aristoteles, Albesepkan. Juga hidup kita didoktrinkan… ini tidak bisa.  Akibatnya, kita tenggelam pada ukuran-ukuran mini. Kita rindu Sofokles, Aristoteles, Albert Camus, Amir Hamzah, Chairil Anwar,… Geoethe, Shakespeare. Mereka harus ditakdirkan kembali di sini. Citra manusia yang terpancar dari karya-karya mereka harus dipancarkan kembali di sini.
118.    Nenek    : Suamiku… Suamiku… Suamiku… Sudahlah….
119.    Kakek    : Hidup manusia harus dikembalikan keutuhannya, manusia harus….
120.    Nenek    : Sudahlah… (Menuntun ke sofa)
121.    Kakek    : Manusia harus menghayati hidupnya, bukan menghayati disiplin mati itu… doktrin-doktrin itu harus… harus….
122.    Nenek    : Suamiku, sudahlah nanti penyakit napasmu kumat lagi. Kalau kau terlalu semangat begitu….
123.    Kakek    : Kreativitas harus dibangkitkan. Bukan dengan konsep-konsep tetapi dengan merangsangnya… dengan menggoncangkan jiwanya agar tumbuh keberaniannya menjadi diri sendiri. Tidak menjadi manusia bebek. Yang Cuma meniru, meniru, meniru… (Kakek rebah, Nenek menjerit)
124.    Nenek    : (Terseduh)
125.    Kakek    : (Bangkit tetapi tidak diketahui oleh Nenek). Mengapa kau menangisi aku, tangisilah dirimu sendiri.
126.    Nenek    : Kau masih hidup…?
127.    Kakek    : Aku tidak begitu yakin, selama aku terbelenggu oleh doktrin. Aku hanya mengerti, apa aku hidup atau tidak, kalau aku menghayati hidupku sendiri….
128.    Nenek    : Tetapi kau berbicara, kau bernapas….
129.    Kakek    : Bukan itu ukuran adanya kehidupan.
130.    Nenek    : Jangan bicara yang sukar-sukar, aku tidak mengerti.
131.    Kakek    : Tentu saja, karena kau belum mengerti hidup.
132.    Nenek    : Delapan puluh tahun kujalani hidup. Benarkah aku belum mengerti.
133.    Kakek    : Umur pun bukan ukuran, selama kau menjalani hidup kau mengikuti doktrin-doktrin itu….
134.    Nenek    : Bagaimana seharusnya, Sayangku?
135.    Kakek    : Renungkan dirimu sendiri dan sudah itu menangis!
136.    Nenek    : Nanti saja, kalau sudah tak ada orang banyak…. (Terdengar suara jam dinding dua belas kali).
137.    Nenek    : Sudah larut tengah malam.
138.    Kakek    : Ya. Dan sebentar lagi ambang pagi akan datang.
139.    Nenek    : Kita akan menjadi segar kembali
140.    Kakek    : Dan tambah tua… (Nenek termenung. Kakek termenung)
141.    Nenek    : Kapan kita mati?
142.    Kakek    : Entah. Tapi kita harus siap-siap
143.    Nenek    : Sungguh ngeri!
144.    Kakek    : Memang. Tapi itulah kenyataannya.
145.    Nenek    : Aku takut
146.    Kakek    : Aku juga… (Terdengar lonceng jam dinding dua belas kali)
147.    Nenek    : Dua belas kali…
148.    Nenek    : Aneh! Ini tidak mungkin. Apa aku salah mendengar?
149.    Kakek    : Memang begitu. Kau tidak salah dengar.
150.    Nenek    : Tapi ini di luar kebiasaan. Tadi sudah berbunyi dua belas kali, mestinya bunyi lagi satu kali…, begitu kan?
151.    Kakek    : Mudah-mudahan kau tahu, begitulah hidup. Kebiasaan-kebiasaan, ukuran-     ukuran, konsep-konsep tidak terlalu cocok….
152.    Nenek    : Bagaimana cara kita mengerti…?
153.    Kakek    : Itulah soalnya….
(Layar turun, lampu mati)

a. Unsur Intrinsik
1. Tema
             Tema dari drama Sepasang Merpati Tua, karya Bakti Soemanto, yaitu “ Keinginan/ harapan Untuk Meraih Kesejahteraan Hidup”.
Hal ini dibuktikan dengan keinginan Kakek yang ingin menjadi seorang diplomat yang diberi pos di kolong jembatan demi membujuk para penghuni kolong jembatan agar mau memperbaiki hidup/nasib mereka dengan mencari pekerjaan yang layak dan timbul kepercayaan diri sendiri. Serta keinginan Kakek untuk menjadi seorang Teknokrat dalam bidang sampah-sampah demi menghindari terjadinya banjir akibat dari menumpuknya sampah-sampah si selokan.
Kakek    : Seorang diplomat pada hakikatnya adalah seorang yang pandai ngomong. Pandai meyakinkan orang, pandai membujuk. Orang-orang di kolong jembatan itu perlu di bujuk agar hidup baik-baik. Berusaha mencari pekerjaan yang layak dan timbul kepercayaan diri-sendiri. Tidak sekedar di halau, di usir, kalau malau ada orang gede lewat saja. Jadi untuk mengatasi tindakan-tindakan kasar ini, perlu ada wakil yang bisa membujuk….
Kakek    : Bidang sampah-sampah! Ini perlu sekali, salah satu sebab adanya banjir di kota ini, karena orang-orang kurang tahu artinya selokan-selokan itu. Kau lihat jalan-jalan yang sering tergenang air itu. Coba selokan itu kita keduk, sampahnya luar biasa banyaknya…

2. Tokoh dan Penokohan
             Tokoh-tokoh yang terdapat dalam drama Sepasang Merpati Tua, yaitu:
  1. Tokoh utamanya, yaitu Nenek. Ia adalah tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun dikenai kejadian.
  2. Tokoh Tambahannya, yaitu Kakek. Ia merupakan tokoh yang ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung.
  3. Tokoh protagonisnya, yaitu Nenek. Ia merupakan tokoh yang baik dan pembangun alur dalam  cerita.
  4. Tokoh antagonisnya, yaitu Kakek. Ia merupakan tokoh yang yang memberi konflik pada tema dan memiliki kehendak yang berlawanan dengan Nenek.
  5. Tokoh sederhana, yaitu Nenek. Ia memiliki sifat yang baik dari awal hingga akhir cerita.
  6. Tokoh bulatnya, yaitu Kakek. Ia merupakan tokoh yang memiliki perkembangan dalam kehidupannya, yang awalnya ia merupakan orang yang percaya diri dan sehat. Namun, pada saat ia mengungkapkan kemarahannya pada peraturan pemerintahan, membuatnya rebah tak berdaya.
  7. Tokoh datarnya, yaitu Nenek. Ia merupakan tokoh yang dari awal sampai akhir cerita tetap menunjukan sikap kabaikannya.
  8. Tokoh Statisnya, yaitu Nenek. Ia merupakan tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi.
  9. Tokoh berkembangnya, yaitu Kakek. Ia merupakan tokoh yang cenderung akan menjadi tokoh yang kompleks. Hal itu disebabkan adanya berbagai perubahan dan perkembangan sikap, watak dan tingkah lakunya itu dimungkinkan sekali dapat terungkapkannya berbagi sisi kejiwaanya.
  10. Tokoh sentralnya, yaitu Nenek. Ia merupakan tokoh yang sangat potensial dalam menggerakan alur.
  11. bawahannya, yaitu Kakek. Ia merupakan tokoh yang tidak begitu besar pengaruhnya terhadap perkembangan alur, walaupun ia terlibat juga dalam pengembangan alur itu.
        Penokohan dalam drama Sepasang Merpati Tua, yaitu:
  1. Nenek, seorang wanita yang baik, manja, pengkritik, cengeng, pemberani, gengsi, dan peduli. Kebaikannya ia tunjukan ketika ia mau mendengarkan kata-kata Kakek walaupun ia selalu tidak memahami arti dari kata-kata Kakek, tetapi ia pun mendukung si Kakek untuk memenuhi keinginannya dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat disekelilingnya. Sikap manjanya ia tunjukan ketika ia berdiri menghampiri Kakek dan duduk disebelahnya, yang kemudian menyandarkan kepalanya ke bahu Kakek sebelah kiri. Sikap pengkritiknya ia tunjukan pada saat ia selalu menyela dan mengkritik segala ucapan Kakek. Sikap cengengnya ia tunjukan pada saat ia menangis karena tersinggung mendengar kata-kata Kakek yang mengatakan bahwa “Mengaku dosa didepan orang banyak”, serta menangis pada saat Nenek melihat Kakek rebah tak berdaya karena terlalu banyak bicara. Sikap pemberaninya ia tunjukan ketika ia berani mengakui dosanya di depan penonton dengan mengatakan bahwa “Dunia wanita yang hidup dalam angan-angan, takut kehilangan, tapi menuntut kenyataan-kenyataan”. Sifat gengsinya ia tunjukan ketika ia tidak mau menerima Kakek menjadi diplomat kolong jembatan dan teknokrat bidang persampahan karena gengsi pada teman-temannya. Dan sifat pedulinya ia tunjukan ketika ia memperingatkan Kakek agar tidak terlalu banyak bicara karena penyakit napas yang dideritanya dan berusaha menyadarkan Kakek dalam rebahannya.
  2. Kakek, seorang lelaki yang baik, bijaksana, bergaya, pemalu, peduli, pemuji, pengkritik, percaya diri, dan semangat tingkat tinggi. Kebaikannya ia tunjukan dalam jiwanya  yang tertanam nilai-nilai kemanusiaan yang begitu kuat, ia ingin meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mengubah pola pikir serta konsep yang tidak mengutamakan masyarakat menjadi orang yang lebih baik. Kebijaksanaannya ia tunjukan ketika ia mau mendengarkan nasehat istrinya dengan penuh lapang dada dan dengan kebijaksanaanya pula ia menerima segala keluhan-keluhan istrinya. Sifat bergayanya ia tunjukan pada saat ia bersolek dengan memakai kopiah ketika keluar kamar hendak membaca koran. Sifat pemalunya ia tunjukan ketika ia malu pada penonton ketika ia berduaan dengan istrinya. Sifat pedulinya ia tunjukan pada keadaan masyarakat dan lingkungan hingga ia menghayal ingin menjadi diplomat dan teknokrat demi meningkatkan kesejahteraan masyarakt dan kebersihan lingkungan. Sifat pemujinya ia tunjukan ketika ia memuji sifat Nenek yang pemberani ketika Nenek berani mengakui dosanya di depan penonton. Sifat pengkritiknya ia tunjukan pada aturan-aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Sifat percaya dirinya ia tunjukan ketika ia mengaku bahwa ia adalah profesor layaknya guru besar yang mengajar diperguruan tinggi walaupun keprofesorannya hanya tercermin pada saat ia berdiskusi dengan para guru besar dan mahasiswa. Dan sifat semangat tingkat tingginya ia tunjukan ketika ia mengeluarkan semua kekesalan di dalam hatinya terhadap peraturan pemerintah hingga membuatnya rebah tak berdaya karena penyakit napasnya kumat kembali.

3)    Dialog

     Nenek    : (Bicara sendiri). Ah, dasar! Kayak nggak ingat sudah pikun. Pekerjaannya tidak    ada lain selain bersolek. Dikiranya masih ada gadis-gadis yang suka memandang. Hmmm…(Mengambil cangkir, lalu meminumnya)
Kakek       : (Masuk). Bagaimana kalau aku pakai kopiah seperti ini, Bu?
Nenek      : Astaga! Tuan rumah mau pesiar ke mana menjelang malam begini?
Kakek      : Tidak ke mana-mana. Cuma mau duduk-duduk saja, sambil baca Koran.
Nenek     : Mengapa membaca koran mesti pakai kopiah segala?
Kakek    : Agar komplit, Bu
….
Kutipan di atas disebut dialog karena percakapan itu minimal dilakukan oleh dua orang. Kutipan teks drama di atas dapat disebut sebagai dialog karena diucapkan secara bergantian oleh tokoh Nenek dan Kakek.

4. Alur
               Alur dari drama Sepasang Merpati Tua, karya Bakti Soemanto ini adalah:
1) Eksposisi (pelukisan awal)

a. Panggung menggambarkan sebuah ruangan tengah rumah sepasang orang tua. Di atas sebelah kiri ada meja makan kecil dengan dua buah kursi. Di atas meja ada teko, sepasang cangkir, dan stoples berisi panganan. Agak tengah ruangan itu terdapat sofa, lusuh warna gairahnya. Di belakang terdapat pintu dan jendela.
    (Pengenalan Latar Pentas)
b. Waktu drama ini dimulai, Nenek duduk sambil menyulam. Sebentar-sebentar ia menengok ke belakang, kalau-kalau suaminya datang. Saat itu hari menjelang malam.
Nenek    : (Bicara sendiri). Ah, dasar! Kayak nggak ingat sudah pikun. Pekerjaannya     tidak    ada lain selain bersolek. Dikiranya masih ada gadis-gadis yang suka memandang. Hmmm…(Mengambil cangkir, lalu meminumnya)
Kakek        : (Masuk). Bagaimana kalau aku pakai kopiah seperti ini, Bu?
(Pengenalan Para Tokoh)
            Dari penggalan drama di atas, terlihat bahwa drama Sepasang Merpati Tua ini dimulai dengan penggambaran latar pentas yang dibuat oleh pengarang sebagai pengantar cerita. kemudian, dilanjutkan dengan pengenalan para tokoh yang di awali dengan Nenek duduk sendiri di ruang tengah rumah sambil menyulam dan sedang menunggu Kakek datang, hingga Kakek datang dengan memakai kopiah.

2) Konflik

Kakek    : Mengaku dosa di depan orang banyak!
Nenek    : Hu…hu…hu… (Menangis)
Kakek    : He, ada apa kau, Bu? Ada apa? Digigit nyamuk rupanya?
Nenek    : Kau memperolok-olok aku di depan orang banyak begini. Siapa aku ini? Istrimu bukan? Kalau aku dapat malu, kan kau juga ikut dapat malu toh. Hu…hu…hu…
Kakek    : Bukan maksudku memperolok-olok kau, Bu. Aku justru memuji tindakanmu yang berani.
Pada kutipan di atas terlihat bahwa drama sudah mulai masuk pada tahap konflik. Penggambaran masalah sudah semakin jelas bahwa Nenek merasa di ejek/di olok-olok oleh Kakek dengan kata-kata “Mengaku dosa di depan orang banyak”, hingga membuatnya menagis dengan kata-kata tersebut.

3) Komplikasi (pertikaian)

… Nenek    : Ah, laga profesormu kumat lagi, pak?
Kakek    : Yaaa, aku dulu memang punya cita-cita jadi professor.
Nenek    : Dan kandas.
Kakek    : Belum. O, malah sudah berhasil. Cuma tunggu pengakuan.
Nenek    : Siapa yang akan mengakui keprofesoranmu? Kau tidak mengajar di perguruan tinggi maupun di dunia ini.
Kakek    : Secara formal memang tidak. Secara material ia….
… Nenek    : Mestinya kau tidak usah jadi professor saja, Pak. Jadi diplomat ulung saja
Kakek    : Aku kurang senang jadi diplomat.
Nenek    : Tapi kau lebih terkemuka, lebih ternama, lebih terkenal.
Kakek    : Diplomat terlalu banyak menipu hati nuraninya sendiri. (Nenek termenung tiba tiba)
Kakek    : Ada apa kau? Kau tidak senang aku jadi professor. Kau kepingin aku jadi diplomat? Baik. Aku akan jadi diplomat demi keelamatan perkawinan kita….
… Nenek    : Mau pindah pekerjaan?
Kakek    : Ya.
Nenek    : Apa?
Kakek    : Teknokrat….
             Cerita dilanjutkan dengan perdebatan antara Nenek dan Kakek tentang jabatan yang ingin dicapai oleh Kakek. Dimulai dengan keinginan Kakek yang ingin menjadi profesor tetapi ditentang oleh Nenek yang lebih mengizinkan Kakek untuk menjadi diplomat dan Kakek pun menerima saran Nenek demi menyelamatkan perkawinan mereka. Dan ceritanya dilanjutkan dengan keinginan Kakek yang ingin pindah jabatan dari diplomat menjadi teknokrat.

4) Klimaks (puncak ketegangan)

Kakek    : Kita berpikir karena kita mengerti. Tapi karena berpikir perlu sistem, sistem membelenggu kita. Kita jadi tolol. Saya lagu-lagu. Saya rindu puisi-puisi. Orang-orang zaman ini tidak mengerti puisi-puisi. Kita sudah jadi robot semua. Berjalan dengan satu disiplin mati….
Nenek    : Suamiku… Suamiku… Suamiku… Sudahlah….
Kakek    : Hidup manusia harus dikembalikan keutuhannya, manusia harus….
Nenek    : Sudahlah… (Menuntun ke sofa)
Kakek    : Manusia harus menghayati hidupnya, bukan menghayati disiplin mati itu… doktrin-doktrin itu harus… harus….
Nenek    : Suamiku, sudahlah nanti penyakit napasmu kumat lagi. Kalau kau terlalu semangat begitu….
Kakek    : Kreativitas harus dibangkitkan. Bukan dengan konsep-konsep tetapi dengan merangsangnya… dengan menggoncangkan jiwanya agar tumbuh keberaniannya menjadi diri sendiri. Tidak menjadi manusia bebek. Yang Cuma meniru, meniru, meniru… (Kakek rebah, Nenek menjerit)
Nenek    : (Terseduh)
            Cerita mencapai puncaknya pada saat Kakek berbicara dengan penuh semangat hingga ia tidak dapat mengontrol bicaranya sendiri yang membuat penyakit napasnya kambuh kembali. Peringatan Nenek tidak didengarnya karena semangatnya tersebut. Karena semangatnya yang terlalu berlebihan, hingga membuatnya rebah dan membuat Nenek menjerit dan menangis.

5) Peleraian

Kakek    : (Bangkit tetapi tidak diketahui oleh Nenek). Mengapa kau menangisi aku, tangisilah dirimu sendiri.
Nenek    : Kau masih hidup…?
Kakek    : Aku tidak begitu yakin, selama aku terbelenggu oleh doktrin. Aku hanya mengerti, apa aku hidup atau tidak, kalau aku menghayati hidupku sendiri….
Nenek    : Tetapi kau berbicara, kau bernapas….
Kakek    : Bukan itu ukuran adanya kehidupan….
             Cerita ini dileraikan dengan bangkitnya Kakek dari rebahnya dan penjelasan Kakek kepada Nenek tentang arti kehidupan yang sebenarnya.

6) Penyelesaian

Nenek    : Dua belas kali…
Nenek    : Aneh! Ini tidak mungkin. Apa aku salah mendengar?
Kakek    : Memang begitu. Kau tidak salah dengar.
Nenek    : Tapi ini di luar kebiasaan. Tadi sudah berbunyi dua belas kali, mestinya bunyi lagi satu kali…, begitu kan?
Kakek    : Mudah-mudahan kau tahu, begitulah hidup. Kebiasaan-kebiasaan, ukuran-     ukuran, konsep-konsep tidak terlalu cocok….
Nenek    : Bagaimana cara kita mengerti…?
Kakek    : Itulah soalnya….
            Cerita ini diselesaikan dengan bunyinya lonceng jam dinding dua belas kali untuk yang kedua kalinya yang membuat Nenek heran, dan penjelasan lebih lanjut oleh Kakek tentang kehidupan bahwa kebiasaan, ukuran, dan konep tidak terlalu cocok untuk hidup manusia. Dan juga masih menyisahkan pertanyaan tentang bagaimana cara mengerti kahidupan. Cerita ini pun berakhir happy ending karena Kakek kembali tersadar dari perebahannya dan bersatu kembali dengan Nenek.
            Jika ditinjau dari pengarang mengakhiri cerita (pengakhirannya), alur drama tersebut diakhiri dengan teknik plot terbuka, dimana pada akhir cerita masih menyisahkan pertanyaan tentang arti kehidupan, sehingga masih menyisahkan pertanyaan dari dalam diri penonton tentang bagaimana arti dari kehidupan tersebut. Dan cerita ini beralur maju (progresif) karena ceritanya di mulai dari awal hingga akhir.
             Penggambaran alur drama Sepasang Merpati Tua dalam bentuk sekuen, yaitu:
1.    Deskripsi keadaan ruang tengah rumah sepasang orang tua (Kakek dan Nenek).
2.    Kejengkelan Nenek kepada kakek yang masih saja bersolek.
3.    Kakek memamerkan kopiahnya kepada Nenek.
4.    Singgungan nenek kepda kakek yang membaca Koran dengan memakai kopiah (= sekuen 2, 12, 19)
5.    Jawaban santai Kakek terhadap singgungan pertanyaan Nenek.
6.    Sikap mesra yang ditunjukan oleh Nenek kepada Kakek dengan menyandarkan kepalanya ke bahu Kakek.
7.    Sikap Kakek yang terkejut karena sikap mesra yang ditunjukan oleh Nenek.
8.    Perkataan Kakek yang membuat Nenek menangis.
9.    Jawaban Nenek yang menyatakan alasan mengapa ia menangis.
10.    Penjelasan kakek terhadap jawaban dari Nenek.
11.    Pujian yang dilontarkan Kakek kepada Nenek agar berhenti menangis.
12.    Singgungan Nenek kepada Kakek yang mengandaikan Kakek sebagai professor (= sekuan 2   dan 4, 19)
13.    Penjelasan-penjelasan Kakek kepada Nenek dalam memuji diri.
14.    Saran Nenek kepada Kakek untuk mengganti provesi.
15.    Kebijaksanaan Kakek dalam menerima saran Nenek demi keselamatan perkawinan mereka.
16.    Berbagai jenis diplomat yang disarankan Nenek kepada Kakek.
17.    Kekecewaan Nenek terhadap keputusan yang diambil oleh Kakek.
18.    Kekecewaan Kakek terhadap kehidupan di dunia.
19.    Singgungan nenek kepada kakek yang makan sambil berdiri (= sekuen 2,4,12)
20.    Pernyataan Kakek untuk mengganti provesinya.
21.    Kekagetan Nenek ketika mendengar provesi baru yang diinginkan oleh Kakek.
22.    Penjelasan Kakek tentang alasan mengapa ia memilih provesi barunya itu.
23.    Kesadaran Nenek terhadap pemikiran-pemikiran mereka.
24.    Penjelasan Kakek terhadap pertanyaan Nenek ketika menyadari pemikiran-pemikiran yang mereka perdebatkan.
25.    Kepusingan Nenek ketika mendengarkan penjelasan Kakek yang tidak dipahaminya.
26.    Penjelasan yang terus dilakukan Kakek kepada Nenek tentang kehidupan dunia sekarang yang jauh berbeda dengan kehidupan yang dulu hingga membuat Kakek menjadi jatuh/rebah.
27.    Jatuhnya Kakek membuat Nenek menjadi menangis.
28.    Kekagetan Nenek karena melihat Kakek sadarkan diri.
29.    Penjelasan Kakek terhadap kehidupan yang sebenarnya.
30.    Jam 12 malam menunjukan waktu telah larut.
31.    Ketakutan Kakek dan Nenek terhadap kematian yang datangnya secara tiba-tiba.
32.    Kekagetan Nenek ketika mendengar jam berbunyi 12 kali untuk yang kedua kalinya.
33.    Penjelasan Kakek terhadap pendengaran Nenek.
34.    Pertanyaan Nenek tentang bagaimana cara memahami kahidupan.
35.    Jawaban Kakek terhadap pertanyaan Nenek.

5) Latar/setting
              Latar dari drama Sepasang Merpati Tua, karya Bakti Soemanto ini terbagi tiga dua jenis, yaitu:
1)   Latar Tempat
a)    Ruangan tengah rumah, tempat Kakek dan Nenek duduk berbincang-bincang.
        “Panggung menggambarkan sebuah ruangan tengah rumah sepasang orang tua.”
b)    Sofa, tempat Kakek duduk membaca Koran dan tempat Nenek menyandarkan kepalanya ke bahu Kakek.
     Kakek    : (Berjalan menuju ke meja, mengambil Koran, lalu pergi ke sofa, membuka lembarannya)” dan pada kutipan
     Nenek    : (Berdiri menghampiri Kakek, lalu duduk disebelahnya, lalu menyandarkan   kepalanya ke bahu Kakek sebelah kiri).
c)    Meja makan, tempat Nenek  mengambil cangkir dan tempat Kakek mengambil panganan  dari toples.
Nenek    : (Bicara sendiri). Ah, dasar! Kayak nggak ingat sudah pikun. Pekerjaannya tidak    ada lain selain bersolek. Dikiranya masih ada gadis-gadis yang suka memandang. Hmmm…(Mengambil cangkir, lalu meminumnya)” dan pada kutipan
(Nenek memandang tindakan-tindakan sang suami. Kakek membuka stoples lalu memakan makanannya)
d)    Kursi, tempat Nenek duduk setelah bangkit dari sofa.
         Nenek    : Ah, wanita. Bagaimanapun sudah tua, aku tetap wanita. (Berdiri, pergi ke kursi  dan duduk). Dunia wanita yang hidup dalam angan-angan, takut kehilangan, tapi menuntut kenyataan-kenyataan.

2)    Latar Waktu
a)    Menjelang malam hari, waktu Kakek dan Nenek berbincang-bincang.
         Waktu drama ini dimulai, Nenek duduk sambil menyulam. Sebentar-sebentar ia menengok   ke belakang, kalau-kalau suaminya datang. Saat itu hari menjelang malam.
b)    Empat puluh tahun yang telah lampau, waktu Kakek menjadi juru tulis.
         Nenek    : yaaah. Waktu dulu kau jadi juru tulis, empat puluh tahun lampau. Tapi sekarang, kopiah hanya bernilai tambah penghangat belaka.
c)    Delapan puluh tahun, waktu Nenek menjalani kehidupan.
         Nenek    : Delapan puluh tahun kujalani hidup. Benarkah aku belum mengerti.
d)    Jam 12 malam, waktu Kakek dan Nenek tersadar bahwa waktu telah larut.
         Nenek    : Nanti saja, kalau sudah tak ada orang banyak…. (Terdengar suara jam dinding dua belas kali).
        Nenek    : Sudah larut tengah malam.
3)    Latar Suasana
a.    Jengkel, perasaan Nenek kepada Kakek karena selalu bersolek dengan memakai kopiah ketika membaca koran.
     Nenek    : (Bicara sendiri). Ah, dasar! Kayak nggak ingat sudah pikun. Pekerjaannya tidak    ada lain selain bersolek. Dikiranya masih ada gadis-gadis yang suka memandang. Hmmm…(Mengambil cangkir, lalu meminumnya)
Kakek    : (Masuk). Bagaimana kalau aku pakai kopiah seperti ini, Bu?
Nenek    : Astaga! Tuan rumah mau pesiar ke mana menjelang malam begini?
Kakek    : Tidak ke mana-mana. Cuma mau duduk-duduk saja, sambil baca Koran.
b.    Romantis, suasana ketika Nenek duduk di samping Kakek sambil menyandarkan kepalanya ke bahu kakek sebelah kiri.
    Nenek    : (Berdiri menghampiri Kakek, lalu duduk disebelahnya, lalu menyandarkan kepalanya ke bahu Kakek sebelah kiri).
c.    Mengolok-olok, suasana ketika Kakek berbicara kepada Nenek hingga membuatnya menangis.
    Kakek    : Tindakan terpuji, itu namanya.
Nenek    : He, apa sih maksudmu, pak?
Kakek    : Mengaku dosa di depan orang banyak!
Nenek    : Hu…hu…hu… (Menangis)
Kakek    : He, ada apa kau, Bu? Ada apa? Digigit nyamuk rupanya?
Nenek    : Kau memperolok-olok aku di depan orang banyak begini. Siapa aku ini? Istrimu bukan? Kalau aku dapat malu, kan kau juga ikut dapat malu toh. Hu…hu…hu…
d.    Sedih, suasana hati Nenek ketika diolok-olok oleh Kakek dan suasana hatinya ketika Kakek rebah tah berdaya.
Kakek    : Mengaku dosa di depan orang banyak!
Nenek    : Hu…hu…hu… (Menangis).
Dan pada kutipan:
Kakek    : Kreativitas harus dibangkitkan. Bukan dengan konsep-konsep tetapi dengan merangsangnya… dengan menggoncangkan jiwanya agar tumbuh keberaniannya menjadi diri sendiri. Tidak menjadi manusia bebek. Yang Cuma meniru, meniru, meniru… (Kakek rebah, Nenek menjerit)
Nenek    : (Terseduh)
e.    Menghibur, tindakan Kakek untuk membuat Nenek berhenti menangis.
     Kakek    : Bukan maksudku memperolok-olok kau, Bu. Aku justru memuji  tindakanmu yang berani.
f.     Percaya diri, sikap Kakek ketika ia menyatakan diri ingin menjadi profesor, diplomat, dan teknokrat.
Kakek    : Yaaa, aku dulu memang punya cita-cita jadi professor.
Kakek    : Aku akan segera jadi diplomat sekarang juga. Di mana posku? Negara-negara Barat? Timur? Asia? Atau PBB…?
Kakek    : Aku mau jadi teknokrat dalam bidang….
g.    Ikhlas, sikap Kakek ketika menerima saran Nenek untuk menjadi diplomat demi menyelamatkan perkawinan mereka.
    Kakek    : Ada apa kau? Kau tidak senang aku jadi professor. Kau kepingin aku jadi diplomat? Baik. Aku akan jadi diplomat demi keelamatan perkawinan kita.
h.    Termenung, sikap Nenek ketika mendengar pembicaraan Kakek dan sikap Kakek ketika mendengar pembicaraan Nenek.
    Kakek    : Diplomat terlalu banyak menipu hati nuraninya sendiri. (Nenek termenung tiba tiba)
    Kakek    : Tapi… (Lalu duduk di sofa termenung)
i.     Berdebat, sikap Nenek dan Kakek  yang memperdebatkan jabatan menjadi profesor, diplomat, dan teknokrat.
j.     Sadar, suasana ketika Nenek dan Kakek tersadar bahwa apa yang telah mereka perdebatkan hanyalah hayalan semata.
    Nenek    : Mengapa kita berpikir yang bukan-bukan?
k.    Menegangkan, suasana ketika Kakek berbicara dengan penuh semangat hingga membuatnya rebah tak berdaya  yang membuat Nenek menjerit dan menangis.
    Kakek    : Kreativitas harus dibangkitkan. Bukan dengan konsep-konsep tetapi dengan merangsangnya… dengan menggoncangkan jiwanya agar tumbuh keberaniannya menjadi diri sendiri. Tidak menjadi manusia bebek. Yang Cuma meniru, meniru, meniru… (Kakek rebah, Nenek menjerit)
    Nenek    : (Terseduh)
l.     Bangkit, keadaan Kakek setelah terbangun dari rebahannya.
    Kakek    : (Bangkit tetapi tidak diketahui oleh Nenek). Mengapa kau menangisi aku, tangisilah dirimu sendiri.
m.    Mengerikan, suasana hati Nenek ketika mengingat kematian.
    Nenek    : Kapan kita mati?
    Kakek    : Entah. Tapi kita harus siap-siap
   Nenek    : Sungguh ngeri!
n.    Menakutkan, suasana hati Nenek dan kakek ketika mengingat kematian.
Kakek    : Memang. Tapi itulah kenyataannya.
Nenek    : Aku takut
Kakek    : Aku juga… (Terdengar lonceng jam dinding dua belas kali)
o.    Aneh, suasana hati Nenek ketika mendengar suara jam dinding berbunyi dua belas kali untuk yang kedua kalinya.
Nenek    : Dua belas kali…
Nenek    : Aneh! Ini tidak mungkin. Apa aku salah mendengar?
p.    Bingung, suasana hati Nenek yang tidak paham dengan arti kehidupan yang dijelaskan oleh Kakek.
    Kakek : Mudah-mudahan kau tahu, begitulah hidup. Kebiasaan-kebiasaan, ukuran-     ukuran, konsep-konsep tidak terlalu cocok….
Nenek    : Bagaimana cara kita mengerti…?
Kakek    : Itulah soalnya….

6. Petunjuk Laku
            Petunjuk laku yang terdapat dalam drama Sepasang Merpati Tua, yaitu diantaranya terdapat pada kutipan berikut:

Nenek    : (Bicara sendiri). Ah, dasar! Kayak nggak ingat sudah pikun. Pekerjaannya tidak    ada lain selain bersolek. Dikiranya masih ada gadis-gadis yang suka memandang. Hmmm…(Mengambil cangkir, lalu meminumnya)
Kakek    : (Masuk). Bagaimana kalau aku pakai kopiah seperti ini, Bu?
Kakek    : (Berjalan menuju ke meja, mengambil Koran, lalu pergi ke sofa, membuka lembarannya)
Kakek    : Dilihat banyak orang tuuuh. (Menunjuk penonton). Sudah tua kenapa pacaran terus….
Nenek    : (Berdiri menghampiri Kakek, lalu duduk disebelahnya, lalu menyandarkan kepalanya ke bahu Kakek sebelah kiri).
Nenek    : Ah, wanita. Bagaimanapun sudah tua, aku tetap wanita. (Berdiri, pergi ke kursi dan duduk). Dunia wanita yang hidup dalam angan-angan, takut kehilangan, tapi menuntut kenyataan-kenyataan.
….

7. Amanat
              Amanat dari drama Sepasang Merpati Tua, karya Bakti Soemanto ini, yaitu:
1.    Jika kita memiliki ilmu, maka manfaatkanlah ilmu itu untuk kepentingan orang banyak.
2.    Jika kita menjadi seorang pemimpin, maka perhatikanlah kepentingan masyarakat demi menciptakan   kesejahteraan.
3.    Jika kita memiliki jabatan tertentu, maka manfaatkanlah jabatan tersebut dengan sebaik-baiknya demi kepentingan diri sendiri dan orang lain.
4.    Hargailah tiap jabatan yang diperoleh, bagaimana pun jenis jabatannya.
5.    Hargailah tiap kehidupan yang diperoleh, karena kehidupan yang telah diperoleh sebelumnya tidak akan pernah kembali lagi.

b. Unsur Ekstrinsik   
             Nilai-nilai yang terkandung dalam drama Sepasang Merpati Tua, karya Bakti Soemanto, yaitu:
1) Nilai sosial-budaya
            Nilai sosial-budaya terletak pada niat Kakek yang ingin menjadi diplomat kolong jembatan untuk membantu orang-orang yang tinggal di kolong jembatan agar mau hidup baik-baik dengan berusaha untuk mencari pekerjaan yang layak dan menimbulkan kepercayaan diri sendiri. Juga dapat dilihat pada niat Kakek yang ingin menjadi Teknokrat di bidang persampahan demi mencegah terjadinya banjir.
Kakek    : Seorang diplomat pada hakikatnya adalah seorang yang pandai ngomong. Pandai meyakinkan orang, pandai membujuk. Orang-orang di kolong jembatan itu perlu di bujuk agar hidup baik-baik. Berusaha mencari pekerjaan yang layak dan timbul kepercayaan diri-sendiri. Tidak sekedar di halau, di usir, kalau malau ada orang gede lewat saja. Jadi untuk mengatasi tindakan-tindakan kasar ini, perlu ada wakil yang bisa membujuk….
Kakek    : Aku mau jadi teknokrat dalam bidang….
Kakek    : Bidang persampahan.
Kakek    : Bidang sampah-sampah! Ini perlu sekali, salah satu sebab adanya banjir di kota ini, karena orang-orang kurang tahu artinya selokan-selokan itu. Kau lihat di jalan-jalan yang sering tergenang air itu. Coba selokan itu kita keduk, sampahnya luar biasa banyaknya… (Nenek termenung)

2) Nilai Moral
       Nilai moral teletak pada sikap Kakek yang bijaksana dalam menanggapi segala sikap Nenek terhadapnya. Juga pada sikap Kakek yang peduli terhadap sesama dengan memperhatikan kehidupan orang-orang yang hidup di kolong jembatan dan niat Kakek untuk membersihkan sampah-sampah demi mencegah terjadinya banjir yang dapat merugikan banyak orang. Serta, teletak pada sikap Nenek yang peduli terhadap Kakek dengan jabatan yang ingin diraihnya dan sikap pedulinya terhadap kondisi Kakek.

Kakek    : Ada apa kau? Kau tidak senang aku jadi professor. Kau kepingin aku jadi diplomat? Baik. Aku akan jadi diplomat demi keelamatan perkawinan kita.
Kakek    : Seorang diplomat pada hakikatnya adalah seorang yang pandai ngomong. Pandai meyakinkan orang, pandai membujuk. Orang-orang di kolong jembatan itu perlu di bujuk agar hidup baik-baik. Berusaha mencari pekerjaan yang layak dan timbul kepercayaan diri-sendiri. Tidak sekedar di halau, di usir, kalau malau ada orang gede lewat saja. Jadi untuk mengatasi tindakan-tindakan kasar ini, perlu ada wakil yang bisa membujuk….
Kakek    : Bidang sampah-sampah! Ini perlu sekali, salah satu sebab adanya banjir di kota ini, karena orang-orang kurang tahu artinya selokan-selokan itu. Kau lihat di jalan-jalan yang sering tergenang air itu. Coba selokan itu kita keduk, sampahnya luar biasa banyaknya… (Nenek termenung)
Nenek    : Suamiku, sudahlah nanti penyakit napasmu kumat lagi. Kalau kau terlalu semangat begitu….

3) Nilai Agama
              Nilai agama terletak pada perkataan Nenek dengan membawa nama Tuhan dalam menentukan jenis diplomat yang harus diambil oleh Kakek. Serta terletak pada niat Kakek yang ingin membersihkan sampah-sampah yang menumpuk di selokan, sebab dalam agama menyatakan bahwa “Kebersihan adalah sebagian dari iman”.
Nenek    : Tapi itu lebih sukar, sebab Tuhan susah diajak berdebat. Tuhan Cuma diam saja. Orang hanya mengerti apa mau Tuhan kalau sudah terlaksana. Sedang rencana-rencana selanjutnya. Masih gelap bukan? Bagaimana kau mengajukan argumentasi-argumentasimu jika mau ajak Tuhan berdiskusi? (Kakek geleng kepala)
Kakek    : Bidang sampah-sampah! Ini perlu sekali, salah satu sebab adanya banjir di kota ini, karena orang-orang kurang tahu artinya selokan-selokan itu. Kau lihat di jalan-jalan yang sering tergenang air itu. Coba selokan itu kita keduk, sampahnya luar biasa banyaknya… (Nenek termenung)

4) Nilai Ekonomi
            Nilai ekonomi terletak pada kehidupan Kakek dan Nenek yang hidup sederhana dengan menikmati hidangan apa adanya, serta dengan perabotan rumah yang mulai lusuh.
“Panggung menggambarkan sebuah ruangan tengah rumah sepasang orang tua. Di atas sebelah kiri ada meja makan kecil dengan dua buah kursi. Di atas meja ada teko, sepasang cangkir, dan stoples berisi panganan. Agak tengah ruangan itu terdapat sofa, lusuh warna gairahnya. Di belakang terdapat pintu dan jendela.”